BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar belakang
Persoalan Muamalah adalah persoalan yang
sedikit sekali di kaji secara serius, karena selama ini ada anggapan bahwa
persoalan Muamalah adalah persoalan duniawiyah yang sama sekali tidak terkait
dengan nilai-nilai ketuhanan. Anggapan seperti ini tentu saja tidaklah benar,
karena sebagai seorang muslim, apapun aktifitas yang dilakukan sehari-hari
harus terkait dengan nilai ketuhanan. Misalnya saja dalam transaksi jual beli,
jasa dan hubungan bisnis lainnya. Seorang muslim harus melaksanakan sesuai
dengan tuntutan yang telah di syariatkan Allah dan rasulnya.[1]
Hukum Islam adalah produk penyelidikan
kritis, dari sudut pandang agama merupakan pokok bahasan yang sah, hukum Islam
pun tidak pernah ditopang oleh satu kekuatan yang di organisir, akibatnya tidak
pernah berkembang menjadi satu usaha nyata untuk mendapatkan kekuatan.[2]
Dalam hukum Islam kita mengenal suatu
sistem yang disebut dengan Syirkah. Syirkah ini dapat berbentuk bermacam-macam.
Semisal beberapa orang bersekutu untuk memiliki suatu benda, ada juga beberapa
orang yang bersekutu untuk mengadakan perjanjian laba rugi atas modal bersama.
Beberapa orang yang bersekutu mengadakan perjanjian dengan orang lain dengan
ketentuan upahnya di bagi diantara para anggota.
Pemikiran Imam Abu Hanifah tentang
syirkah dapat digambarkan bahwa Syirkah berarti Ikhtilath atau percampuran,
yaitu akad antara orang yang berserikat dalam hal modal dan keuntungan.[3]
Ulama’ Hanafiyah menyatakan mengenai rukun syirkah hanya ada dua, yaitu Ijab
dan Qabul. Karena menurutnya, Ijab dan Qabul atau Akad adalah sesuatu yang
menentukan adanya syirkah. Imam Abu Hanifah memegang kuat Ar-Ray’ sesuai dengan
tabiat kehidupan dan kemasyaratan di Iraq. Ijtihad Imam Abu Hanifah nampak
terang pada masalah-masalah yang tidak ada pada Nash Al-Qur’an dan Hadits, dan
tidak ada pula pada pendapat para sahabat. Imam Abu Hanifah melebarkan daerah
Isthimbath dan mengeluarkan hukum-hukum cabang dari pada pokok-pokok hukum.[4]
Imam Abu Hanifah dalam Ijtihadnya sangat
berpegang teguh pada sumber hukum pokok, dalam Hadits beliau hanya berpedoman
pada hadits-hadits yang benar-benar Sahih Mu’tamad. Pada waktu itu Imam Abu
Hanifah adalah seorang pedagang di kota Kufah yang ketika itu merupakan pusat
aktifitas perdagangan dan perekonomian yang sedang maju dan berkembang.
Pengalaman dan pengetahuan yang didapat langsung oleh Imam Abu Hanifah sangat
membantunya dalam mengatasi masalah yang timbul dan dalam menetapkan sebuah
kebijakan juga dalam perekonomian.
Dengan konsep dasar yang dari Imam Abu
Hanifah yang secara tegas telah membolehkan segala macam bentuk syirkah,
sehingga merupakan suatu konsekuensi logis yang memerlukan perhatian
tersendiri.
Sedangkan pemikiran Imam Syafi’i tentang
Syirkah adalah perjanjian anatara dua orang lebih untuk bekerja sama dalam
perdagangan, dengan cara menyerahkan modal masing-masing yang keuntungan dan
kerugiannya diperhitungkan menurut besar kecilnya modal masing-masing. Mengenai
syarat dalam syirkah yaitu Ijab, Qabul, harus ada barang ( obyeknya ). Banyak
perbedaan dengan konsep yang di berikan oleh Imam Abu Hanifah tentang syirkah.
B. Rumusan Masalah
1.
Fiqh Syirkah Syana’iq
2.
Fatwa / KHES Syirkah Syana’iq
3.
Implementasi Syirkah Syana’iq dalam Perbankan
4.
Filsafah Syirkah Syana’iq
5.
Analisis Syirkah Syana’iq
C. Tujuan Pembahasan
1.
Untuk mengetahui Fiqh Syirkah Syana’iq.
2.
Untuk mengetahui Fatwa / KHES Syirkah Syana’iq.
3.
Untuk mengetahui Implementasi Syirkah Syana’iq dalam Perbankan.
4.
Untuk mengetahui Filsafah Syirkah Syana’iq.
5.
Untuk mengetahui penerapan Syirkah Syana’iq di dunia nyata.
D. Sistematika Pembahasan
Adapun sistematika penulisan makalah ini
diantaranya yaitu:
1.
Bab I yaitu tentang Pendahuluan penulisan makalah ini, yang
terdiri dari : latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan masalah, dan sitematika
penulisan.
2.
Bab II yaitu tentang Pembahasan makalah ini, yang terdiri dari :
Fiqh Syirkah Syana’iq, Fatwa / KHES Syirkah Syana’iq, Implementasi Syirkah
Syana’iq, Filsafah Syirkah Syana’iq, dan Hikmah Syirkah.
3.
Bab III yaitu sebagai Kesimpulan penulisan makalah ini, yang terdiri
dari : Fiqh Syirkah Syana’iq, Fatwa / KHES Syirkah Syana’iq, Implementasi
Syirkah Syana’iq, Filsafah Syirkah Syana’iq, dan Hikmah Syirkah.
BAB II
PEMBHASAN
A. FIQH SYIRKAH SYANA’IQ
1.
PENGERTIAN
Syirkah Syana’iq adalah kerja sama antara dua orang
atau lebih dalam usaha yang dilakukan oleh tubuh mereka, yakni masing-masing
hanya memberikan konstribusi kerja (‘amal), tanpa konstribusi modal (mâl),
seperti kerja sama sesama dokter di klinik, atau sesama arsitek untuk menggarap
sebuah proyek, atau kerja sama dua orang penjahit untuk menerima order
pembuatan seragam sekolah.
Contohnya:
A dan B. keduanya adalah nelayan, bersepakat melaut bersama untuk mencari ikan.
Mereka sepakat pula, jika memperoleh ikan dan dijual, hasilnya akan dibagi
dengan ketentuan: A mendapatkan sebesar 60% dan B sebesar 40%.
Kerja sama semacam ini Menurut Mazhab Hanafi boleh
saja meskipun pekerjaan berbeda pekerjaan dan tempatnya. Mazhab Hambali
membolehkan dalam segala hal. Sedangkan Imam Syafi’i melarangnya, alasanya bahwa syirkah dagang
itu hanya berkaitan dengan harta bukan dengan pekerjaan karena pekerjaan itu
tidak bisa di tentukan batas – batasnya, oleh karena itu mereka berpendapat
bahwa Syirkah ‘Abdan itu merupakan suatu kesamaran karena kapasitas kerja salah
satu pihak tidak bisa di ketahui secara pasti oleh pihak yang lain.[5]
Syirkah abdan (fisik)
juga disebut syirkah amal (kerja), syirkah shana’i (para tukang) dan syirkah
taqabbul (penerimaan).
Dalam syirkah ini tidak disyaratkan
kesamaan profesi atau keahlian, tetapi boleh berbeda profesi. Jadi, boleh
saja syirkah ‘abdan terdiri dari beberapa tukang kayu dan tukang
besi.[6].
Namun, disyaratkan bahwa pekerjaan yang dilakukan merupakan pekerjaan halal.
Keuntungan yang diperoleh dibagi berdasarkan
kesepakatan, nisbahnya boleh sama dan boleh juga tidak sama di antara
mitra-mitra usaha (syarîk).
Dalam fiqh mu’amalah, syirkah abdan dan syirkah
mufawadhah merupakan bagian dari syirkah ‘uqud . Syirkah ‘uqud adalah kongsi
yang mensyaratkan adanya kontrak antara para anggotanya. Keuntungan yang
peroleh dari usaha itu akan dibagi berdasarkan kontrak yang telah disepakati
sebelum melakukan kegiatan usaha. Syirkah ini tidak bertujuan untuk kepemilikan
harta kekayaan (syirkah al-milk).
Jika kita mengikuti definisi yang dikemukaan oleh
Syeikh Taqiyuddin An- Nabhani dalam kitab An-Nizham al-Iqtishadi fi Al-Islam,
syirkah mufawadhah adalah suatu bentuk perkongsian dua belah pihak yang
mnelakukan kegiatan usaha, sedangkan pihak ketiag sebagai pemodal. Sedangkan
syirkah abdan adalah suatu bentuk perkonsian dua pihak atau lebih yang
masing-masing anggotanya hanya melakukan kegiatan usaha, namun tidak memberikan
modal.
2.
RUKUN-RUKUN
Ada tiga rukun yang dimiliki oleh Syirkah Abdan,
sebagaimana syirkah jenis lain: Dua transaktor, masing-masing harus memiliki
kompetensi beraktivitas. Objek transaksi, yakni usaha dan keuntungan. Pelafalan
akad/perjanjian. Yakni indika-tor terhadap adanya keridhaan masing-masing pihak
terhadap perjanjian, dengan serah terima.
Demikianlah, telah dijelaskan banyak hukum-hukum
tentang rukun-rukun ini ketika kita membahas Syirkatul ‘Inan. Karena kesemuanya
adalah hukum-hukum umum, sehingga tidak perlu dibahas ulang dalam kesempatan
ini. Kita akan mengulas kembali objek transaksi, karena ada sebagian hukum
khusus berkaitan dengan syirkah ini.
Pertama: Usaha.
Para ulama berbeda pendapat tentang ditetapkannya
kesa-tuan usaha sebagai syarat sahnya kerja sama ini. Kalangan Hana-fiyah dan
Hambaliyah dalam salah satu riwayat pendapat mereka berpendapat bahwa kesatuan
usaha itu tidak disyariatkan. Karena tujuan dari syirkah tersebut adalah
memperoleh keuntungan. Tak ada bedanya antara keuntungan dari satu jenis usaha
atau dari beberapa jenis usaha. Tidak ada alasan sama sekali untuk mene-tapkan
kesatuan usaha sebagai syarat sahnya syirkahini.
Berbeda halnya dengan kalangan Malikiyah dan juga
kalangan Hambaliyah dalam riwayat lain. Mereka menyatakan disyariatkannya
kesatuan usaha sebagai syarat sahnya syirkah ini. Karena konsekuensi syirkah
ini adalah bahwa usaha yang diterima oleh masing-masing pihak juga ditekankan
kepada yang lain. Kalau usaha yang dilakukan berbeda, hal itu tidak mungkin
terjadi. Karena bagaimana mungkin seseorang akan melakukan usaha yang dia sendiri
tidak mampu melakukannya atau tidak terampil mengerjakannya.
Dan dalil terakhir ini dibantah bahwa komitmen
seseorang atas suatu usaha tertentu tidak mesti dia melakukannya langsung, bisa
saja dia mengupah orang, atau ada orang yang membantunya tanpa upah. Dan di
antara hal yang memperjelas lemahnya pensyaratan ini adalah bila seandainya
salah satu dari keduanya berkata, "Saya menerima saja dan engkau yang
bekerja," maka syirkah ini sah padahal kerja masing-masing itu berbeda.
Kedua: Keuntungan.
Keuntungan dalam syirkah ini adalah berdasarkan
kesepakatan semua pihak yang beraliansi, dengan cara disamaratakan atau ada
pihak yang dilebihkan. Karena usahalah yang berhak mendapatkan keuntungan.
Sementara perbedaan usaha dalam syirkah ini dibolehkan. Maka juga dibolehkan
juga adanya perbedaan jumlah keuntungan.
Berdasarkan hal ini, kalau mereka pempersyaratkan
usaha dibagi dua (1-1) dan keuntungannya (1-2), boleh-boleh saja. Karena modal
itu adalah usaha dan keuntungan adalah modal. Usaha bisa dihargai dengan
penilaian kualias, sehingga bisa diperkirakan harganya dengan prediksi
kualitasnya, dan itu tidak diharamkan.
a. Asas kerja sama antar sesama mitra usaha
dalam syirkah Syana’iq (usaha)
Jaminan atau garansi. Karena setiap usaha yang
diterima masing-masing pihak berada dalam jaminan semua pihak. Masing-masing
bisa menuntut dan dituntut oleh usahanya sendiri. Karena syirkah ini terlaksana
hanya dengan adanya jaminan ini. Tidak ada hal yang berarti yang dapat
dijadikan dasar tegaknya perjanjian kerja sama ini selain jaminan. Seolah-olah
syirkah ini berisi jaminan masing-masing pihak terhadap yang lain dalam
komitmen dan hak yang dimiliki. Kalau mereka bersekutu dalam jaminan, berarti
mereka juga harus berserikat dalam keuntungan. Mereka berhak mendapatkan keuntungan
sebagaimana mereka memukul jaminan secara bersama.
Oleh sebab itu, kalau salah seorang di antara mereka
berusaha sendirian, maka usaha itu menjadi milik keduanya. Dengan catatan,
pihak yang tidak berusaha bukan karena menolak mela-kukan usaha. Kalau ia menolak
berusaha, maka mitra usahanya berhak membatalkan perjanjian/kerja samanya.
Bahkan sebagian kalangan Hambaliyah berpendapat, bahwa ketika salah seorang di
antara dua pihak yang bermitra usaha itu tidak melakukan usaha tanpa alasan,
maka mitra usahanya berhak untuk mengambil sen-diri keuntungan dari usahanya
tersebut. Karena mereka menja-lankan syirkah usaha dengan catatan keduanya
melakukan usaha bersamaan. Kalau salah di antara mereka tidak melakukan usaha
tanpa alasan, maka berarti dia tidak menunaikan syarat kerja sama antara mereka
berdua, sehingga ia tidak berhak menda-patkan keuntungan sebagai imbalannya.
b. Jaminan dalam Syirkah Usaha
Para anggota syirkah ini memiliki satu tanggung
jawab. Setiap usaha yang dilakukan masing-masing, mendapatkan jaminan dari
pihak lain. Masing-masing dituntut untuk melakukan usaha. Dan masing-masing
juga berhak menuntut mitra usahanya untuk mendapatkan keuntungan. Orang yang
membayar upah misalnya, cukup menyerahkan pembayaran kepada salah satu dari
kedua pihak tersebut. Kalau uang pembayaran tersebut hangus di tangan salah
seorang di antara mereka bukan karena faktor keteledoran, maka menjadi
tanggungjawab mereka berdua sehingga menjadi keuntungan mereka yang hilang.
Karena masing-masing di antara mereka menjadi wakil atau penjamin bagi pihak
lain dalam memegang keuangan atau dalam menuntut keuntungan. Semen-tara sudah
jelas bahwa tangan seorang penjamin adalah tangan amanah yang hanya bertanggung
jawab bila melakukan keteledoran atau melampaui batas.
c. Berakhirnya Syirkah Syana’iq (usaha)
Syirkah usaha ini berakhir dengan berakhirnya
kerjasama dengan berdasarkan kriterianya secara umum, misalnya dengan
pembatalan oleh salah satu transaktor, atau kematian salah satu dari pihak yang
bekerja sama, atau karena gila, karena sudah tercekal akibat bangkrut terlilit
hutang, karena idiot dan sejenisnya.
Dengan kenyataan itu, maka tidaklah logis apa yang
dinyatakan oleh kalangan Malikiyah untuk diterapkan di sini yaitu bahwa dalam
usaha dengan sistem penanaman modal, ben-tuk usaha ini berlangsung dengan
mulainya usaha. Karena syirkah usaha ini berkaitan erat dengan pribadi para
pelaku, sehingga tanpa kehadirannya, tidak bisa dibayangkan bagaimana kerja
sama ini bisa berjalan.
3. DASAR HUKUM
a. Al-Qur’an dan Hadits
Sebagaimana dijelaskan dalam surat Shaad ayat
24 :[7]
tA$s% ôs)s9 y7yJn=sß ÉA#xsÝ¡Î0 y7ÏGyf÷ètR 4n<Î) ¾ÏmÅ_$yèÏR ( ¨bÎ)ur #ZÏVx. z`ÏiB Ïä!$sÜn=èø:$# Éóö6us9 öNåkÝÕ÷èt/ 4n?tã CÙ÷èt/ wÎ) tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä (#qè=ÏJtãur ÏM»ysÎ=»¢Á9$# ×@Î=s%ur $¨B öNèd 3 £`sßur ß¼ãr#y $yJ¯Rr& çm»¨YtGsù txÿøótGó$$sù ¼çm/u §yzur $YèÏ.#u z>$tRr&ur ) ÇËÍÈ
Artinya:
Daud berkata:
"Sesungguhnya Dia telah berbuat zalim kepadamu dengan meminta kambingmu
itu untuk ditambahkan kepada kambingnya. dan Sesungguhnya kebanyakan dari
orang-orang yang berserikat itu sebahagian mereka berbuat zalim kepada
sebahagian yang lain, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal
yang saleh; dan Amat sedikitlah mereka ini". dan Daud mengetahui bahwa
Kami mengujinya; Maka ia meminta ampun kepada Tuhannya lalu menyungkur sujud
dan bertaubat.
Dan dalam Firman
Allah pula dalam surat An-Nisa’ ayat 12 :
* öNà6s9ur ß#óÁÏR $tB x8ts? öNà6ã_ºurør& bÎ) óO©9 `ä3t £`ßg©9 Ó$s!ur 4 bÎ*sù tb$2 Æßgs9 Ó$s!ur ãNà6n=sù ßìç/9$# $£JÏB z`ò2ts? 4 .`ÏB Ï÷èt/ 7p§Ï¹ur úüϹqã !$ygÎ/ ÷rr& &úøïy 4 Æßgs9ur ßìç/9$# $£JÏB óOçFø.ts? bÎ) öN©9 `à6t öNä3©9 Ós9ur 4 bÎ*sù tb$2 öNà6s9 Ó$s!ur £`ßgn=sù ß`ßJV9$# $£JÏB Läêò2ts? 4 .`ÏiB Ï÷èt/ 7p§Ï¹ur cqß¹qè? !$ygÎ/ ÷rr& &ûøïy 3 bÎ)ur c%x. ×@ã_u ß^uqã »'s#»n=2 Írr& ×or&tøB$# ÿ¼ã&s!ur îr& ÷rr& ×M÷zé& Èe@ä3Î=sù 7Ïnºur $yJßg÷YÏiB â¨ß¡9$# 4 bÎ*sù (#þqçR%2 usYò2r& `ÏB y7Ï9ºs ôMßgsù âä!%2uà° Îû Ï]è=W9$# 4 .`ÏB Ï÷èt/ 7p§Ï¹ur 4Ó|»qã !$pkÍ5 ÷rr& Aûøïy uöxî 9h!$ÒãB 4 Zp§Ï¹ur z`ÏiB «!$# 3 ª!$#ur íOÎ=tæ ÒOÎ=ym ÇÊËÈ
Artinya:
Dan
bagimu (suami-suami) seperdua dari harta yang ditinggalkan oleh
isteri-isterimu, jika mereka tidak mempunyai anak. jika isteri-isterimu itu
mempunyai anak, Maka kamu mendapat seperempat dari harta yang ditinggalkannya
sesudah dipenuhi wasiat yang mereka buat atau (dan) seduah dibayar hutangnya.
Para isteri memperoleh seperempat harta yang kamu tinggalkan jika kamu tidak
mempunyai anak. jika kamu mempunyai anak, Maka Para isteri memperoleh
seperdelapan dari harta yang kamu tinggalkan sesudah dipenuhi wasiat yang kamu
buat atau (dan) sesudah dibayar hutang-hutangmu. jika seseorang mati, baik
laki-laki maupun perempuan yang tidak meninggalkan ayah dan tidak meninggalkan
anak, tetapi mempunyai seorang saudara laki-laki (seibu saja) atau seorang
saudara perempuan (seibu saja), Maka bagi masing-masing dari kedua jenis
saudara itu seperenam harta. tetapi jika saudara-saudara seibu itu lebih dari
seorang, Maka mereka bersekutu dalam yang sepertiga itu, sesudah dipenuhi
wasiat yang dibuat olehnya atau sesudah dibayar hutangnya dengan tidak memberi
mudharat (kepada ahli waris)[274]. (Allah menetapkan yang demikian itu sebagai)
syari'at yang benar-benar dari Allah, dan Allah Maha mengetahui lagi Maha
Penyantun.
[274]
Memberi mudharat kepada waris itu ialah tindakan-tindakan seperti: a.
Mewasiatkan lebih dari sepertiga harta pusaka. b. Berwasiat dengan maksud
mengurangi harta warisan. Sekalipun kurang dari sepertiga bila ada niat
mengurangi hak waris, juga tidak diperbolehkan.
Kedua ayat di atas
menunjukkan perkenanan dan pengakuan Allah akan adanya perserikatan dalam
kepemilikan harta. Hanya saja dalam surat An-Nisa’ ayat 12 perkongsian terjadi
secara otomatis karena waris, sedangkan dalam surat Shaad ayat 24 terjadi atas
dasar akad (transaksi).
Syirkah hukumnya jâ'iz (mubah), berdasarkan dalil Hadis Nabi
saw. berupa taqrîr (pengakuan) beliau terhadap syirkah. Pada saat beliau diutus
sebagai nabi, orang-orang pada saat itu telah bermuamalah dengan cara
ber-syirkah dan Nabi saw. membenarkannya. Nabi saw.bersabda, sebagaimana
dituturkan Abu Hurairah r.a
:
قا ل الله تعا ل انا ثا لث الشريكين ما لم يخن احد هما صا حبه
فاذا خا نه خرجتت من بينهما (رواه ابو داود والحا كم)
Artinya:
Allah SWT. Berfirman: ”Aku adalah yang ketiga pada dua orang
yang bersekutu, selama salah seorang dari keduanya tidak menghianati temannya,
aku akan keluar dari persekutuan tersebut apabila salah seorang
menghianatinya.” (HR. Abu Dawud dan Hakim dan menyahihkan sanadnya).
a. Pandangan para ulama’
Para Ahli Fiqih berbeda pendapat tentang
disyariatkannya syirkah semacam ini: "Mayoritas ulama membolehkannya,
yakni dari kalangan Hanafiyah, Malikiyah, dan Hambaliyah, Sedangkan Imam
Syafi’i melarangnya. Alasan pendapat mayoritas ulama adalah sebagai berikut:
Riwayat Abu Ubaidah Ibnu Abdillah, dari ayahnya Abdullah bin Mas"ud
diriwayatkan bahwa ia menceritakan, "Saya dan Sa’ad serta Ammar melakukan
kerja sama pada hari Badar. Namun saya dan Ammar tidak memperoleh apa-apa,
sementara Sa’ad mem-peroleh dua orang tawanan." Nabi membenarkan apa yang
mereka lakukan. Imam Ahmad berkata, "Nabi sendiri yang mengesahkan kerja
sama/ syirkah yang mereka lakukan. "
Alasan yang diambil oleh Imam Syafi"i adalah
bahwa syirkah itu dilakukan tanpa modal harta sehingga tidak akan mencapai
tujuannya, yakni keuntungan. Karena syirkah dalam keuntungan itu dibangun di
atas syirkah dalam modal. Sementara modal di sini tidak ada, maka syirkah ini
tidak sah.
Namun alasan Syafi"i di sini dibantah dengan
alasan lain, bahwa tujuan dari syirkah adalah memperoleh keuntungan dengan
syirkah tersebut. Tidak hanya didasari dengan modal harta, namun juga
dibolehkan dengan modal kerja saja, seperti dalam sistem penanaman saham. Bisa
juga dilakukan dengan sistem penja-minan. Yakni masing-masing menjadi penjamin
bagi yang lain untuk menerima usaha pasangan bisnisnya seperti menerima
usa-hanya sendiri. Masing-masing menjadi penjamin dalam setengah usaha dari
penjaminan pihak lain, dan setengah usaha lain dari hak asli yang dimiliki.
Sehingga terealisasilah syirkah dari keun-tungan yang dihasilkan dari usaha
tersebut.
Ulama Syafi’iyah, imamiyah dan zafar dari golongan
hanafiyah berpendapat bahwa syirkah ini batal karena syirkah itu dikhususkan
pada harta dan tidak pada pekerjaan. Mereka beralasan antara lain perserikatan
dalam bidang pekerjaan mengandung unsure penipuan sebab salah seorang dari yang
bersekutu tidak mengetahui apakah temannya bekerja atau tidak. Selain itu kedua
orang tersebut bebeda dalam segi postur tubuh, aktiviitas dan kemampuannya.
B.
FATWA / KHES SYIRKAH SYANA’IQ
Isi KHES tentang Syirkah Abdan :
Bagian Ketiga
Syirkah Abdan
Pasal 148
(1) Suatu
pekerjaan mempunyai nilai apabila dapat dihitung dan diukur.
(2) Suatu
pekerjaan dapat dihargai dan atau dinilai berdasarkan jasa dan atau hasil.
Pasal 149
(1) Jaminan
boleh dilakukan terhadap akad kerjasama-pekerjaan.
(2) Penjamin
akad kerjasama-pekerjaan berhak mendapatkan imbalan sesuai kesepakatan.
Pasal 150
(1) Suatu
akad kerjasama-pekerjaan dapat dilakukan dengan syarat masing-masing pihak
mempunyai keterampilan untuk bekerja.
(2) Pembagian
tugas dalam akad kerjasama-pekerjaan, dilakukan berdasarkan kesepakatan.
Pasal 151
(1) Para
pihak yang melakukan akad kerjasama-pekerjaan dapat menyertakan akad ijarah
tempat dan atau upah karyawan berdasarkan kesepakatan.
(2) Dalam
akad kerjasama-pekerjaan dapat berlaku ketentuan yang mengikat para pihak dan
modal yang disertakan.
Pasal 152
Para pihak dalam syirkah abdan dapat menerima dan melakukan perjanjian
untuk melakukan pekerjaan.
Pasal 153
(1) Para
pihak dalam syirkah abdan dapat bersepakat untuk mengerjakan pesanan secara
bersama-sama.
(2) Para
pihak dalam syirkah abdan dapat bersepakat untuk menentukan satu pihak untuk
mencari dan menerima pekerjaan, serta pihak lain yang melaksanakan.
Pasal 154
(1) Semua
pihak yang terikat dalam syirkah abdan wajib melaksanakan pekerjaan yang telah
diterima oleh anggota syirkah lainnya.
(2) Semua
pihak yang terikat dalam syirkah abdan dianggap telah menerima imbalan jika
imbalan tersebut telah diterima oleh anggota syirkah lain.
Pasal 155
(1) Bila
pemesan mensyaratkan agar salah satu pihak dalam akad kerjasama-pekerjaan
melakukan sesuatu pekerjaan, maka pihak yang bersangkutan harus mengerjakannya.
(2) Pihak
yang akan mengerjakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) di atas, dapat
melaksanakan pekerjaan setelah mendapat izin dari anggota syirkah yang lain.
(3) Pihak
yang melakukan pekerjaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) di atas, berhak
mendapatkan imbalan-tambahan dari pekerjaannya.
Pasal 156
(1) Pembagian
keuntungan dalam akad kerjasama-pekerjaan dibolehkan berbeda dengan
pertimbangan salah satu pihak lebih ahli.
(2) Apabila
pembagian keuntungan yang diterima oleh para pihak tidak ditentukan dalam akad,
maka keuntungan dibagikan berimbang sesuai dengan modal.
Pasal 157
Kesepakatan pembagian keuntungan dalam akad
kerjasamapekerjaan didasarkan atas modal dan atau kerja.
Pasal 158
Para pihak yang melakukan akad kerjasama-pekerjaan boleh menerima
uang muka.
Pasal 159
Karyawan yang bekerja dalam akad kerjasama-pekerjaan
dibolehkan menerima sebagian upah sebelum pekerjaannya selesai.
Pasal 160
Penjamin dalam akad kerjasama-pekerjaan dibolehkan menerima sebagian
imbalan sebelum pekerjaannya selesai.
Pasal 161
Para pihak yang tidak menjalankan pekerjaan sesuai dengan kesepakatan
dalam akad kerjasama-pekerjaan, harus mengembalikan uang muka yang telah
diterimanya.
Pasal 162
Hasil pekerjaan dalam transaksi kerjasama-pekerjaan yang
tidak sama persis dengan spesifikasi yang telah disepakati, diselesaikan secara
musyawarah.
Pasal 163
Kerusakan hasil pekerjaan yang berada pada salah satu pihak
yang melakukan akad kerjasama pekerjaan bukan karena kelalaiannya, pihak yang
bersangkutan tidak wajib menggantinya.
Pasal 164
(1) Akad
kerjasama-pekerjaan berakhir sesuai dengan kesepakatan.
(2) Akad
kerjasama-pekerjaan batal jika terdapat pihak yang melanggar kesepakatan.
C.
IMPLEMENTASI
SYIRKAH SYANA’IQ DALAM PERBANKAN
Dalam produk pembiayaan musyarakah, bank dan nasabah
masing-masing bertindak sebagai mitra usaha dengan bersama-sama menyediakan
dana dan/ atau barang untuk membiayai suatu kegiatan usaha tertentu. Nasabah
kemudian bertindak sebagai pengelola usaha dan bank sebagai mitra usaha dapat
ikut serta dalam pengelolaan usaha sesuai dengan akad, seperti melakukan
review, meminta bukti-bukti dari laporan hasil usaha yang dibuat oleh nasabah
berdasarkan bukti yang dapat dipertanggungjawabkan.
Pembagian hasil usaha dari pengelolaan dana
dinyatakan dalam bentuk nisbah yang disepakati. Nisbah tersebut tidak dapat
diubah sepanjang jangka waktu investasi, kecuali atas kesepakatan kedua pihak.
Perkembangan saat ini muncul akad Musyarakah
mutanaqisah yang merupakan turunan dari akad musyarakah. Mutanaqishah berasal
dari kata yatanaqishu-tanaqish-tanaqishan-mutanaqishun yang berarti mengurangi
secara bertahap. Musyarakah Mutanaqisah adalah Musyarakah atau Syirkah yang
kepemilikan asset (barang) atau modal salah satu pihak (syarik) berkurang disebabkan
pembelian secara bertahap oleh pihak lainnya. Menurut Dr. Ir. M. Nadratuzzaman
Hosen, Ms., M.Sc, Ph.D dalam makalahnya,
musyarakah mutanaqisah (diminishing partnership) adalah bentuk kerjasama antara
dua pihak atau lebih untuk kepemilikan suatu barang atau asset. Dimana
kerjasama ini akan mengurangi hak kepemilikan salah satu pihak sementara pihak
yang lain bertambah hak kepemilikannya. Perpindahan kepemilikan ini melalui
mekanisme pembayaran atas hak kepemilikan yang lain. Bentuk kerjasama ini berakhir
dengan pengalihan hak salah satu pihak kepada pihak lain. Contohnya nasabah
melakukan pembiayaan rumah dengan akad Musyarakah Mutanaqisah, tahapannya
adalah sebagai berikut:
a. Konsumen melakukan identifikasi serta
memilih rumah yang diinginkan.
b. Konsumen bersama-sama dengan bank
melakukan kerjasama kemitraan kepemilikan rumah, sehingga bank dan konsumen
sama-sama memiliki rumah sesuai dengan proporsi investasi yang dikeluarkan.
c. Konsumen membayar biaya sewa per bulan
dan dibayarkan ke bank sesuai dengan proporsi kepemilikan.
d. Konsumen pun melakukan pembayaran kepada
bank atas kepemilikan atas rumah yang masih dimiliki oleh bank
·
Hasil
survey:
1. Bank Muamalat Indonesia
a. Pembiayaan Modal Kerja
adalah produk
pembiayaan yang akan membantu kebutuhan modal kerja usaha sehingga kelancaran
operasional dan rencana pengembangan usaha
akan terjamin.
b. Pembiayaan Modal Kerja Lembaga Keuangan
Mikro (LKM) Syariah
adalah produk
pembiayaan yang ditujukan untuk LKM Syariah (BPRS/BMT/Koperasi) yang hendak
meningkatkan pendapatan dengan memperbesar portofolio pembiayaannya kepada
Nasabah atau anggotanya (end-user).
c. Pembiayaan Rekening Koran Syariah
adalah produk
pembiayaan khusus modal kerja yang akan meringankan Anda dalam mencairkan dan
melunasi pembiayaan sesuai kebutuhan dan kemampuan.
d. Pembiayaan Hunian Syariah
adalah produk
pembiayaan yang akan membantu Anda untuk memiliki rumah (ready stock/bekas),
apartemen, ruko, rukan, kios maupun pengalihan take-over KPR dari bank lain.
Aqadnya Musyarakah Mutanaqisah.
2. Bukopin Syariah
Pembiayaan
iB Bagi hasil (Musyarakah) adalah Kerjasama 2 pihak atau lebih untuk suatu
usaha tertentu, masing-masing pihak memberikan kontribusi dana dan atau
karya/keahlian dengan kesepakatan keuntungan dan resiko menjadi tanggungan
bersama sesuai kesepakatan
3. BNI Syariah
a. BNI iB Wirausaha ditujukan untuk
memenuhi kebutuhan pembiayaan usaha Anda, dengan besarnya pembiayaan dari Rp 50
juta sampai dengan Rp 500 juta yang diproses lebih cepat dan fleksibel sesuai
dengan prinsip syariah.
b. BNI iB Usaha Kecil adalah pembiayaan
modal kerja atau investasi kepada pengusaha kecil sampai dengan Rp 10 milyar.
c. BNI iB Usaha Besar adalah Pembiayaan
Modal Kerja atau Investasi kepada pengusaha menengah dan korporasi diatas Rp.
10 Milyar
4. Bank Mandiri Syariah
a. Mikro Kecil
adalah pembiayaan
musyarakah yang plafondnya mulai dari 2 juta-10 juta dengan bagi hasil pertahun
ekuivalen 36 %/tahun.
b. Mikro Menengah
adalah
pembiayaan musyarakah yang plafondnya mulai dari 10 juta-50 juta dengan bagi
hasil pertahun ekuivalen 32 %/tahun.
c. Usaha Besar
adalah
pembiayaan musyarakah yang plafondnya mulai dari 50 juta-100 juta.
·
Manfaat
1. Bagi Bank:
Bank
akan menikmati peningkatan dalam jumlah tertentu pada saat keuntungan usaha
nasabah meningkat.
Bank
tidak berkewajiban membayar dalam jumlah tertentu kepada nasabah pendanaan
secara tetap, tetapi disesuaikan dengan pendapatan atau hasil usaha bank.
Bank
lebih selektif dan hati-hati mencari usaha yang halal.
2. Bagi nasabah:
Pengembalian
pokok pembiayaan disesuaikan oleh cash flow atau arus kas nasabah, sehingga
tidak memberatkan nasabah.
·
Risiko
1. Risiko pembiayaan yang disebabkan oleh
nasabah wanprestasi.
2. Risiko pasar yang disebabkan oleh
pergerakan nilai tukar jika pembiayaan atas dasar akad musyarakah diberikan
dalam valuta asing.
3. Risiko operasional yang disebabkan oleh
internal fraud (kesalahan pencatatan, penyuapan, manipulasi dan mark up).
D.
FILSAFAH SYIRKAH SYANA’IQ (Kerja Sama dalam Bidang
Industri)
Syariat tidak pernah mengabaikan prasarana untuk memperoleh
kebaikan dan manfaat. Semua manfaat ini bisa dirasakan kembali oleh manusia.
Pintu-pintu manfaat ini bentuknya sangat beraneka ragam. Setiap bentuk memiliki
hukum dan hikmah yang berbeda.
Adapun filsafah dalam kerja sama dalam bidang
perindus¬trian adalah bahwa dua orang pemodal suatu industri, jika keduanya
telah sepakat untuk membangun sebuah perusahaan, maka mereka akan membawa
manfaat yang besar bagi keduanya yang di antaranya adalah menghasilkan rezeki.
Dengan demikian, akan ada peluang bahwa industri itu bisa semakin dibesarkan
dan bisa dibuka cabang-cabangnya di berbagai daerah.
Selain itu, industri ini juga bisa didukung dengan
terus dipacu dengan adanya pengembangan kreasi. Bahkan, bisa di¬lanjutkan
dengan membuat laboratorium-laboratorium penelitian serta pabrik-pabrik yang
lain. Dengan semakin banyaknya krea¬tivitas dan semakin meluasnya cabang-cabang
industri, maka kesejahteraan manusia akan mudah tergapai melalui banyak cara.
Dengan demikian, seorang muslim tidak dengan mudah menzalimi sesamanya.
Orang-orang Islam akan lebih percaya dan semakin kreatif meningkatkan industri.
Dan, selama ini kita sudah mengetahui hal ini.
Kerja sama dalam bidang perindustrian ini seperti
halnya biro “Inaan. Dengan adanya lembaga semacam ini, seseorang bisa lebih
bersikap amanah. Suatu sikap dan sifat yang paling balk di antara sifat-sifat
lainnya.
E.
Analisis Hasil Survey Syirkah Syana’iq Dalam Bidang
Jasa Arsitek Bangunan
Siang
itu, kamis (06/12) adalah waktu dimana telah melakukan observasi ke kantor
CV.Adam Karya. Dan mulai mewawancarai Bapak M.Mukhdif Al Afghoni, selaku
Arsitek di CV.Adam Karya.
Bapak
M.Mukhdif Al Afghoni mengatakan bahwa penerapan kerja sama dalam bidang jasa
arsitek bangunan yang meliputi antara Owner/pemilik proyek (pihak pertama)
dengan Arsitek/pelaksana proyek (pihak kedua).
Pihak
pertama memberikan amanat pekerjaan proyek bangunan kepada pihak kedua untuk
mengerjakan proyek tersebut. Sebelum melaksanakan pekerjaan, kedua belah pihak
melakukan kontrak kerja sama antara pemilik proyek dan pelaksana proyek.
Dari
system pekerjaan, pelaksana proyek dilakukan oleh arsitek (pihak kedua) yang
dimana terlebih dahulu merancang bangunan yang akan dikerjakan, dan rancangan
bangunan ini diserahkan kepada pihak pertama untuk dapat diketahui gambaran
dari bangunan tersebut. Dalam pengajuan rancangan/gambar, hingga hingga pemilik
proyek setuju dan ACC hasil rancangan tersebut untuk selanjutnya dikerjakan
oleh pelaksana proyek.
Dalam
kontrak perjanjian disebutkan bahwa modal utama yang digunakan berasal dari
pemilik proyek (pihak pertama), selanjutnya pelaksana proyek (pihak kedua)
mendapatkan komisi keuntungan proyek sebesar 10 % dari Rencana Anggaran Biaya
(RAB) sebagai jasa yang dilakukan oleh pelaksana proyek.
F.
Hikmah Syirkah
Manusia tidak dapat hidup sendirian, pasti
membutuhkan orang lain dalam memenuhi kebutuhan. Ajaran islam mengajarkan agar
kita menjalin kerjasama dengan siapapun terutama dalam bidang ekonomi dangan
prinsip saling tolong menolong dan saling menguntungkan, tidak menipu dan tidak
merugikan. Tanpa kerjasma maka kita sulit untuk memenuhi kebutuhan hidup.
Syirkah pada hakikatnya adalah sebuah kerjasama yang saling menguntungkan dalam
mengembangkan potensi yang dimiliki baik berupa harta atau pekerjaan. Oleh
karena itu islam menganjurkan umtanya untuk bekerjasama kepada siapa saja
dengan tetap memegang prinsip sebagaimana tersebut di atas. Maka hikmah yang
dapat kita ambil dari syirkah adalah adanya tolong menolong, saling membanatu
dalam kebaikan, menjauhi sifat egoisme, menumbuhkan saling percaya, menyadari
kelemahan dan kekurangan dan menimbulkan keberkahan dalam usaha jika tidak
berkhianat dan lain sebagainya.
Allah swt berfirman dalam surat al-Maidah (5) ayat
2:[8]
$pkr'¯»t tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä w (#q=ÏtéB uȵ¯»yèx© «!$# wur tök¤¶9$# tP#tptø:$# wur yôolù;$# wur yÍ´¯»n=s)ø9$# Iwur tûüÏiB!#uä |Møt7ø9$# tP#tptø:$# tbqäótGö6t WxôÒsù `ÏiB öNÍkÍh5§ $ZRºuqôÊÍur 4 #sÎ)ur ÷Läêù=n=ym (#rß$sÜô¹$$sù 4 wur öNä3¨ZtBÌøgs ãb$t«oYx© BQöqs% br& öNà2r|¹ Ç`tã ÏÉfó¡yJø9$# ÏQ#tptø:$# br& (#rßtG÷ès? ¢ (#qçRur$yès?ur n?tã ÎhÉ9ø9$# 3uqø)G9$#ur ( wur (#qçRur$yès? n?tã ÉOøOM}$# Èbºurôãèø9$#ur 4 (#qà)¨?$#ur ©!$# ( ¨bÎ) ©!$# ßÏx© É>$s)Ïèø9$# ÇËÈ
Artinya:
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu
melanggar syi'ar-syi'ar Allah[389], dan jangan melanggar kehormatan bulan-bulan
haram[390], jangan (mengganggu) binatang-binatang had-ya[391], dan
binatang-binatang qalaa-id[392], dan jangan (pula) mengganggu orang-orang yang
mengunjungi Baitullah sedang mereka mencari kurnia dan keredhaan dari
Tuhannya[393] dan apabila kamu telah menyelesaikan ibadah haji, Maka bolehlah
berburu. dan janganlah sekali-kali kebencian(mu) kepada sesuatu kaum karena
mereka menghalang-halangi kamu dari Masjidilharam, mendorongmu berbuat aniaya
(kepada mereka). dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan
takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. dan
bertakwalah kamu kepada Allah, Sesungguhnya Allah Amat berat siksa-Nya.
[389]
Syi'ar Allah Ialah: segala amalan yang dilakukan dalam rangka ibadat haji dan
tempat-tempat mengerjakannya.
[390]
Maksudnya antara lain Ialah: bulan Haram (bulan Zulkaidah, Zulhijjah, Muharram
dan Rajab), tanah Haram (Mekah) dan Ihram., Maksudnya Ialah: dilarang melakukan
peperangan di bulan-bulan itu.
[391]
Ialah: binatang (unta, lembu, kambing, biri-biri) yang dibawa ke ka'bah untuk
mendekatkan diri kepada Allah, disembelih ditanah Haram dan dagingnya
dihadiahkan kepada fakir miskin dalam rangka ibadat haji.
[392]
Ialah: binatang had-ya yang diberi kalung, supaya diketahui orang bahwa
binatang itu telah diperuntukkan untuk dibawa ke Ka'bah.
[393]
Dimaksud dengan karunia Ialah: Keuntungan yang diberikan Allah dalam
perniagaan. keredhaan dari Allah Ialah: pahala amalan haji.
Rasulullah bersabda:
“ Allah akan menolong dua orang yang berserikat
selama mereka tidak saling berkhianat.”
BAB III
KESIMPULAN
A. FIQH SYIRKAH SYANA’IQ
Dari uraian makalah di atas dapat disimpulkan bahwa
Syirkah abdan (syana’iq/usaha) adalah kerja sama antara dua orang atau lebih
dalam usaha yang dilakukan oleh tubuh mereka, yakni masing-masing hanya
memberikan konstribusi kerja (‘amal), tanpa konstribusi modal (mâl) yang
hasilnnya mereka bagi sama rata. Konstribusi kerja itu dapat berupa kerja
pikiran, seperti kerja sama sesama dokter di klinik, atau sesama arsitek untuk
menggarap sebuah proyek, atau kerja sama dua orang penjahit untuk menerima
order pembuatan seragam sekolah.
Contohnya: A dan B. keduanya adalah nelayan,
bersepakat melaut bersama untuk mencari ikan. Mereka sepakat pula, jika memperoleh
ikan dan dijual, hasilnya akan dibagi dengan ketentuan: A mendapatkan sebesar
60% dan B sebesar 40%.
Hukumnya adalah sah menurut Mazhab Maliki dengan syarat mereka harus berserikat dalam
satu pekerjaan dan disatu tempat. Menurut Mazhab Hanafi boleh saja meskipun
pekerjaan berbeda pekerjaan dan tempatnya. Mazhab Hambali membolehkan dalam
segala hal. Adapun pendapat Madzhab Syafi’i: Syirkah abdan adalah batal.
B. FATWA / KHES SYIRKAH SYANA’IQ
Tim penyusun KHES berasumsi bahwa fatwa DSN
menggambarkan hajat masyarakat akan landasan hokum dan tindakan dalam melakukan
ekonomi syariah.
Adapun kontrak kerja sama (syirkah) terdapat dalam
BAB IV mulai pasal 148-164.
C. IMPLEMENTASI
Musyarakah merupakan salah satu pembiayaan yang
diperbolehkan dalam sistem ekonomi islam. Dalam hal ini perbankan syariah bisa
memanfaatkan model ini untuk meningkatkan keuntungan bank serta membantu
perkembangan sektor riil. Oleh karena itu tantangan perbankan syariah di masa
mendatang bagaimana mengembangkan komitmen beyond banking dengan terus
meningkatkan pembiayaan tersebut karena pembiayaan musyarakah merupakan jenis
pembiayaan yang dinilai adil dari dua sisi baik pihak perbankan maupun nasabah.
Selain itu dengan mengembangkan model pembiayaan ini pula bisa mendakwakan
bahwa sistem ekonomi Islam juga dapat membantu sistem perekonomian serta
bersifat adil.
DAFTAR PUSTAKA
1. An Nabhani, Taqiyuddin. 1996. Membangun
Sistem Ekonomi Alternatif. Surabaya: Risalah Gusti.
2. Sabiq, sayyid. 1987. Fiqh Sunnah 12.
Bandung: PT.Al-Ma’arif.
3. Syafe’I, rachmat. 2000. Fiqh Muamalah.
Bandung: Pustaka Setia.
4. Suhendi,hendi. 2007. Fiqh Muamalah.
Jakarta: Raja Grafindo Persada.
5. Syafe’I, rachmat. 2000. Fiqh Muamalah.
Bandung: Pustaka Setia.
6. http://kafeilmu.com/2011/04/memahami-syirkah-kerjasama-dalam-bisnis.html#ixzz1oLKu7x5N
[1] Nasroen , Haroen, Fiqih Muamalah, ( Jakarta : Gaya Media Pratama,
2000 ), 5
[2] Joseph Schacht, Introduction to Islamic Law, ( Palembang : IAIN
Raden Fatah, 1985), 3
[3] Sayyid Sabiq, Fiqih sunnah 13, ( Bandung : PT. Al-Ma’arif, 1987 ),
193
[4] Hasbi Ash- Shiddiqy, Falsafah Hukum Islam, ( Jakarta : PT. Bulan
Bintang, 1990), 51-52 3
[5] Ibid,.. Fiqih, hlm. 267
[6] Fiqhus Sunnah, Sayyid Sabiq III/260.
[7] Departemen Agama RI, Qur’an Tajwid dan terjemahnya, (Jakarta :
Maghfiroh Pustaka, 2006),454
[8] Al-Qur’an Surah Al-Maidah ayat 2.
No comments :
Post a Comment