Makalah
Ini Di Susun Untuk Memenuhi Mata Kuliah Hadits Ahkam
Dosen
Pembimbing
Dr.Fakhruddin,M.Hi
Oleh :
Ahmad
Misbakh Zainul Musthofa (11220065)
KELAS :
B
HUKUM
BISNIS SYARI’AH
FAKULTAS
SYARI’AH
UNIVERSITAS
ISLAM NEGERI MALANG
KATA
PENGANTAR
Segala
puji kami panjatkan kepada Allah yang telah memberikan nikmat dan rahmat nya,
sholawat serta salam tak lupa kami haturkan kepada nabi akhiruzzaman nabi
Muhammad S.A.W dan orang-orang yang cinta kepada nya.
Alhamdulillahirabbil
‘alamin makalah yang membahas tentang wakalah telah kami selesaikan, tak lupa
kami sampaikan banyak terima kasih kepada seluruh pihak yang membantu dalam
penyusunan makalah ini terutama kepada bapak Dr.Fakhruddin,M.Hi yang telah
membimbing kami dalam penyusunan makalah ini.
Kami
sadar bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan oleh karena itu kami mengharap
masukan dari pembaca yang bersifat membangun.
Semoga
makalah ini bisa bermanfaat bagi kita dan bagi kami khususnya yang menyusun
makalah ini.
Malang, 14 Maret 2012
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
a.
Latar belakang
Dalam menjalani kehidupan ini,sering kali
manusia tidak dapat menyelesaikan semua urusannya sendiri sehingga perlu pihak
lain untuk mewakilinya.contoh nya,adalah mewakilkan dalam pembelian barang
,pengiriman uang, pembayaran utang,penagihan utang, realisasi letter of credit dan lain sebagainya Wakalah
dalam pendelegasian pembelian barang, terjadi dalam situasi dimana seseorang
(perekomendasian)mengajukan calon atau menunjuk orang lain untuk mewakili
dirinya membeli sesuatu. Orang yang di minta di wakilkan harus menyerahkan
sejumlah uang secara penuh sebesar harga barang yang akan di beli kepada pihak
yang mewakili dalam suatu kontrak wadiah. Agen (wakil)membyar pihak ketiga
dengan menggunakan titipan muwakkil untuk membeli barang.
b.
Rumusan masalah
1.
Devinisi al-wakalah
?
2.
Dasar hukum
wakalah ?
3.
Rukun dan
syarat wakalah ?
c.
Tujuan
1.
Untuk
mengetahui Devinisi al-wakalah ?
2.
Untuk
mengetahui Dasar hukum wakalah ?
3.
Untuk
mengetahui Rukun dan syarat wakalah ?
BAB II
PEMBAHASAN
1.
Definisi al-Wakalah
Al-wakalah memiliki beberapa
makna secara lughowi, di antaranya arti
perlindungan (al-hifz), penyerahan (at-tafwidz), atau memberikan
kuasa.menurut kalangan syafi’iyah arti wakalah adalah ungkapan atau penyerahan
kuasa (al-muwakkil) kepada orang lain (al-wakil) supaya
melaksanakan sesuatu dari jenis
pekerjaan yang bisa di gantikan (an-naqbalu an-niyabah) dan dapat di
lakukan oleh pemberi kuasa. Dengan ketentuan pekerjaan tersebut di laksanakan pada saat pemberi kuasa masih hidup.
Al-wakalah atau At-Tahwidh yang artinya
penyerahan, pendelegasian atau pemberian mandate (sabiq,2008). Akad wakalah
adalah akad pelimpahan kekuasaan oleh satu pihak kepada pihak lain dalam
hal-hal yang boleh di wakilkan. Sebabnya adalah tidak semua hal dapat di
wakilkan.
Al-wakalah dalam pengertian lain yaitu pelimpahan
kekuasaan oleh seseorang sebagai pihak pertama kepada orang lain sebagai pihak
ke dua dalam hal-hal yang di wakilkan (dalam hal ini pihak ke 2), hanya
melaksanakan sesuatu sebatas kuasa atau wewenang yang di berikan oleh pihak
pertama, namun apabila kuasa itu telah di laksanakan sesuai yang di syaratkan
maka semua resiko dan tanggung jawab atas di laksanakan perintah tersebut
sepenuh nya menjadi pihak pertama atau pemberi kuasa.
Dalam menjalani kehidupan ini,sering kali manusia
tidak dapat menyelesaikan semua urusannya sendiri sehingga perlu pihak lain
untuk mewakilinya.contoh nya,adalah mewakilkan dalam pembelian barang
,pengiriman uang, pembayaran utang,penagihan utang, realisasi letter of credit dan lain sebagainya
Wakalah
dalam pendelegasian pembelian barang, terjadi dalam situasi dimana seseorang
(perekomendasian)mengajukan calon atau menunjuk orang lain untuk mewakili
dirinya membeli sesuatu. Orang yang di minta di wakilkan harus menyerahkan
sejumlah uang secara penuh sebesar harga barang yang akan di beli kepada pihak
yang mewakili dalam suatu kontrak wadiah. Agen (wakil)membyar pihak ketiga
dengan menggunakan titipan muwakkil untuk membeli barang.
Agen
(wakil) boleh menerima komisi (al-ujur)dan boleh tidak menerima komisi (hanya
mengharapkan ridho Allah/tolong menolong). Tetapi bila ada komisi atau upah
maka akad nya seperti akad ijarah/ sewa menyewa. Wakalahdengan imbalan di sebut
dengan wakalah bil-ujrah,bersifat mengikat dan tidak boleh dibatalkan secara
sepihak
Wakalah menurut pandangan ulama
Wakalah
memiliki beberapa makna yang cukup berbeda menurut beberapa ulama, berikut ini
adalh pandangan dari para ulama :
a. Menurut
Hasbhy Ash shiddieqy , wakalah adalah akad penyerahan kekuasaan yang
pada akad itu seseorang menunjuk orang lain sebagai penggantinya dalam
bertindak (bertasharruf).
b. Menurut Sayyid Sabbiq,wakalah adalah
pelimpahan kekuasaan oleh seseorang kepada orang lain dalam hal–hal yang boleh
di wakilkan.
c. Menurut Ulama Malikiyah ,Wakalah adalah
tindakan seseorang mewakilkan dirinya kepada orang lain untuk melakukan
tindakan-tindakan yang merupakan hak nya yang tindakan itu tidak di kaitkan
dengan pemberian kuasa setelah mati, sebab jika dikaitkan dengan tindakan
setelah mati berarti sudah berbentuk wasiat.
d. Menurut ulama syafi’iyah mengatakan bahwa
wakalah adalah salah suatu ungkapan yang mengandung suatu pendelegasian sesuatu
oleh seseorang kepada orang lain supaya orang lain itu melaksanakan apa yang
boleh di kuasakan atas nama pemberi kuasa.
2.
Dasar Hukum Wakalah
Dalam
hal ini wakalah ditetapkan boleh dilakukan
dan di akui sebagai ikatan kontrak yang di syariatkan. Dari dasar hukum ibahah
(di perbolehkan ) , al-wakalah bisa memiliki muatan sunah, makruh,
haram, makruh, haram atau bahkan wajib sesuai dengan motif pemberi kuasa,
pekerjaan yang di kuasakan atau faktor lain yang melingkupi.
Al-
wakalah merupakan jenis kontrak ja’ij min atharafain, yakni bagi kedua
belah pihak berhak membatalkan ikatan kontrak kapanpun mereka
menghendaki.pemberi kuasa (al-muwakkil) berhak mencabut kuasa dan
menghentikan penerima kuasa (al-wakil) dari pekerjaan yang di
kuasakan.begitu pula sebaliknya bagi penerima kuasa (al-wakil) berhak
membatalkan dan mengundurkan diri dari kesanggupan nya menerima kuasa.
Dasar penetapan al-wakalah
Al-wakalah terkonsep dalam syari’ah berlandaskan beberapa
macam dalil,sunah dan ijma, antara lain :
·
Al-qur’an Surat An-Nisa [4] : 35
÷bÎ)ur óOçFøÿÅz s-$s)Ï© $uKÍkÈ]÷t/ (#qèWyèö/$$sù $VJs3ym ô`ÏiB ¾Ï&Î#÷dr& $VJs3ymur ô`ÏiB !$ygÎ=÷dr& bÎ) !#yÌã $[s»n=ô¹Î) È,Ïjùuqã ª!$# !$yJåks]øt/ 3 ¨bÎ) ©!$# tb%x. $¸JÎ=tã #ZÎ7yz ÇÌÎÈ
“Dan jika kamu khawatirkan antar persengketaan antar
keduanya, maka kirimkanlah seorang hakam dari keluarga laki-laki dan seorang
hakam dari keluarga perempuan. Jika
kedua orang hakam itu bermaksud mengadakan kebaikan , niscaya allah member
taufik kepada suami istri. Sesungguhnya allah maha mengetahui lagi maha adil.”
-
QS. 18:19, QS.12:55, QS.17:34
·
Sunah
Banyak
hadist nabi yang melandaskan wakalah:
Ø HR.Ahmad dari Rafa’i, mengatakan :
وعن
جابربن عبدالله رضي الله تعالى عنهما قال : أردتالخروج الى خيبر؛ فأتيت النبي صالى
الله عليه وسلّم فقال:((اذا أتيت وكيلى بخيبر؛ فخذ منه خمسة عشروسقا)) رواه أبو
داود وصحّحه
“dari
jabir ibn abdullah radliyaallahhu anhuma berkata: aku akan keluar menuju
khaibar, lalu aku menghadap nabi sallallahu ‘alai wasallam dan beliau bersabda
“jika engkau menemui wakilku di khaibar,ambillah darinya 15 wasaq, hadits
shahih riwayat abu dawud.”
Ø “Perdamaian dapat dilakukan diantara kaum muslimin kecuali
perdamaian yang menghalalkan yang haram atau mengharamkan yang halal dan kaum
muslimin mensyaratkan dengan syarat-syarat mereka,kecuali syarat yang
mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram.”(HR.Tirmidzi dari Amr bin
Auf).
·
Ijma
Para ulama
bersepakat dengan ijma atas di perbolehkannya wakalah, mereka bahkan ada yang
cenderung mensunnahkannya dengan alasan bahwa hal tersebut termasuk jenis ta’awun
atau tolong menolong atas dasar kebaikan dan takwa. Tolong menolong di serukan
oleh oleh Al-quran dan disunahkan oleh Rasulullah.
“Dan
Rasulullah pun bersabda “Dan Allah menolong hamba selama hamba menolong
saudaranya “.
3.
Rukun dan Syarat- syarat Wakalah
Menurut kelompok Hanafiah, rukun wakalah itu hanya ijab qabul. Akan tetapi
menurut jumhur ulama tidak sependirian dengan pandangan tersebut, mereka
berpendirian bahwa rukun dan syarat wakalah adalah sebagai berikut :
1)
Pelaku
·
Orang yang
mewakilkan (al-muakkil)
Ø Seseorang yang mewakilkan, pemberi kuasa disyaratkan memiliki hak
untuk bertasharruf pada bidang-bidang yang di delegasikan nya.karena itu
seseorang tidak sah jika mewakilkan sesuatu yang bukan hak nya.
Ø Pemberi kuasa mempunyai hak atas sesuatu yang di kuasakannya, di
sisi lain juga di tuntut supaya pemberi kuasa itu sudah cakap bertindak atau
mukallaf.
·
Orang yang di
wakilkan (al-wakil)
Ø Penerimaan kuasa pun perlu memiliki kecakapan akan suatu aturan
yang mengatur proses akad wakalah ini.sehingga
cakap hukum menjadi salah satu syarat yang di wakilkan .
Ø Seseorang yang menerima kuasa ini perlu memiliki kemampuan untuk
menjalankan amanah nya yang di berikan oleh pemberi kuasa. Ini berarti bahwa ia
tidak diwajibkan menjamin sesuatu yang di luar batas, kecuali atas
kesengajaannya.
2)
Objek yang
diwakilkan
a Obyek
harus berbentuk pekerjaan yang pada saat dikuasakan menjadi hak pemberi kuasa (al-muwakkil).
Sehingga tidak sah mewakilkan penjualan barang yang tidak dimiliki al-muwakil,
atau akan dimilikinya. Kecuali mewakilkan penjualan barang yang akan dimiliki
secara taba'i (mengikuti barang yang sudah ada dalam kepemilikan).
Seperti, mewakilkan untuk menjual buah yang akan dikeluarkan pohon milik al-muwakkil.
Meskipun buah belum ada, namun dinilai sah karena pohonnya dimiliki oleh al-muwakkil.
b. Pekerjaan yang dikuasakan harus
jelas spesifikasi dan kriterianya, meskipun hanya dari satu tinjauan. Hukumnya
sah mengatakan, ”Aku mewakilkanmu untuk melunasi hutangku”, meskipun al-wakil
tidak tahu persis hutang yang mana dan siapa saja yang menghutangi.
c. Obyek harus
dari jenis pekerjaan yang menerima untuk dikuasakan pada orang lain. Sehingga
ulama berpendapat, tidak sah menguasakan sesuatu yang bersifat ibadah badaniyah
murni, seperti shalat dan puasa. Namun boleh menguasakan ibadah yang kemampuan
badan menjadi syarat pelaksanaan, bukan syarat wajib, seperti haji dan umrah.
Atau menguasakan hal-hal yang bersifat penyempurna dalam sebuah ibadah, seperti
pembagian harta zakat pada mereka yang berhak
3)
Shigat / Ijab Kabul
Ø Bahasa dari pemberi kuasa hrus mewakili kerelaan nya menyerahkan
kuasa kepada al-wakil , baik berbentuk sharih (jelas) sebagaimana ucapan “Aku wakilkan
kepadamu penjualan rumahku ini”, maupun kinayah (tersirat dan dapat di
tafsirkan berbeda),seperti ucpan “aku posisikan dirimu menggantikan aku
untuk rumah ini “.
Ø Dari pihak penerim kuasa al-wakil hanya cukup menerimanya (qabul)
meskipun tidak ada ucapan ataupun tidakan.
Ø Bahasa penyerahan kuasa tidak dirangkai dengan ikatan syarat
tertentu, seperti ucapan,”jiaka zaid datang kota, maka engkau menjadi wakilku
untuk menjualkan kambing ini”. berbeda halnya jika syarat di berlakukan dalam urusan pembelanjaan
pada jenis al-wakalah al- munjazah
(wujud pengusaan nya sudah ada), seperi ucapan “Aku wakilkanmu menjual
rumah ini ,hanya saja tolong kamu jual hanya awal bulan muharam saja”. Sighat
wakalah juga menerima pembatasan masa
tugas al-wakil ,seperti dalam tempo seminggu atau sebulan.
Berakhirnya
kontrak al-Wakalah
ada beberapa faktor yang melatar
belakangi terhentinya kontrak al-wakalah yakni:
v Al-Faskh (pembatalan
kontrak)
Sebagaimana di
atas bahwa al-wakalah adalah jenis kontrak ja'iz min at-tharafain, yakni
bagi kedua pihak berhak membatalkan ikatan kontrak, kapanpun mereka
menghendaki. Sehingga ketika al-muwakkil memberhentikan al-wakil
dari kuasa yang dilimpahkan, baik dengan ucapan langsung, mengirim kabar atau
surat pemecatan, maka status al-wakil sekaligus hak kuasanya saat itu
juga dicabut. Hal ini berlaku baik al-wakil hadir atau tidak hadir,
mendengar atau tidak mendengar tentang perihal pemecatannya. Dan apabila al-wakil
sampai terlanjur melakukan tasharruf, maka dinilai batal, meskipun al-wakil
belum menerima kabar pemecatan dirinya. Sebanding ketika pihak al-wakil
yang mengundurkan diri dari kontrak, maka al-wakalah ditetapkan berakhir
meskipun al-muwakkil belum mengetahuinya.
v Cacat kelayakan tasharruf-nya
Yakni ketika
salah satu dari kedua belah pihak mengalami gila, ditetapkan safih
(cacat karena menyia-nyiakan harta) atau falas (cacat karena harta tidak
setimpal dengan beban hutang). Atau karena mengalami kematian, baik diketahui oleh pihak
yang lain atau tidak.
v
Hilangnya status kepemilikan atau hak dari pemberi kuasa
(al-muwakkil).
Hal ini terjadi ketika al-muwakkil
semisal menjual sepeda motor yang dikuasakan kepada al-wakil untuk
disewakan, sepeda motor dicuri atau mungkin mengalami kerusakan total. Contoh al-muwakkil
yang kehilangan haknya adalah wali yang mewakilkan penjualan harta milik anak
kecil tanggungannya, kemudian di tengah berlangsungnya al-wakalah, anak
kecil tersebut menginjak usia baligh.
BAB III
PENUTUP
Pertanyaan
·
Apa yang dimaksud dengan slaid PP . Menurut Ulama
Malikiyah ,Wakalah adalah tindakan seseorang mewakilkan dirinya kepada orang
lain untuk melakukan tindakan-tindakan yang merupakan hak nya yang tindakan itu
tidak di kaitkan dengan pemberian kuasa setelah mati, sebab jika dikaitkan
dengan tindakan setelah mati berarti sudah berbentuk wasiat ?
Jawab
Yaitu kita mewakilkan diri kita kepada orang
lain untuk melakukan pekerjaan yang kita lakukan dan pekerjaan yang kita wakili
adalah pekerjaan yang berhubungan dengan perwakilan yang masih hidup karena
jika yang muwakil meninggal maka hal tersebut dinamakan wasiyat.
·
Apakah kita boleh mewakilkan menjual barang kepada orang
lain ?
Jawab
Boleh asalkan barang yang dijual harganya
tidak boleh kurang dari harga yang telah ditetapkan wakkil, dan muwakil boleh
melebihkan harga yang telah ditetapkan oleh wakill.
DAFTAR PUSTAKA
·
Fiqih islam
·
Tausyekh syarakh fathul qorib
·
Subulus salam
No comments :
Post a Comment