BAB I
PENDAHULUAN
a.
Latar belakang
Dalam kosakata “Islam”, pembaruan
digunakan kata tajdid, kemudian muncul berbagai istilah yang dipandang memiliki
relevansi makna dengan pembaruan, yaitu modernisme, reformisme, puritanis-me,
revivalisme, dan fundamentalisme. Di samping kata tajdid, ada istilah lain
dalam kosa kata Islam tentang kebangkitan atau pembaruan, yaitu kata islah.
Kata tajdid biasa diterjemahkan sebagai “pembaharuan”, dan islah sebagai
“perubahan”. Kedua kata tersebut secara bersama-sama mencerminkan suatu tradisi
yang berlanjut, yaitu suatu upaya menghidupkan kembali keimanan Islam beserta
praktek-prakteknya dalam komunitas kaum muslimin.
Berkaitan hal
tersebut, maka pembaruan dalam Islam di Pakistan dan india bukan dalam hal yang
menyangkut dengan dasar atau fundamental ajaran Islam; artinya bahwa pembaruan
Islam bukanlah dimaksudkan untuk mengubah, memodifikasi, ataupun merevisi
nilai-nilai dan prinsip-prinsip Islam supaya sesuai dengan selera jaman,
melainkan lebih berkaitan dengan penafsiran atau interpretasi terhadap
ajaran-ajaran dasar agar sesuai dengan kebutuhan perkembangan, serta semangat
jaman. Terkait dengan ini, maka dapat dipahami bahwa pembaruan merupakan
aktualisasi ajaran tersebut dalam perkembangan sosial. Pembaruan Islam
merupakan rasionalisasi pemahaman Islam dan kontekstualisasi nilai-nilai Islam
ke dalam kehidupan. Sebagai salah satu pendekatan pembaruan Islam,
rasionalisasi mengandung arti sebagai upaya menemukan substansi dan penanggalan
lambang-lambang, sedangkan kontekstualisasi mengandung arti sebagai upaya
pengaitan substansi tersebut dengan pelataran sosial-budaya tertentu dan
penggunaan lambang-lambang tersebut untuk membungkus kembali substansi
tersebut.
b.
Rumusan masalah
1.
Bagai mana terjadinya pembaharuan islam di india dan para
pemikirnya
2.
Bagai mana terjadinya pembaharuan islam di pakistan dan para
pemikirnya
c.
Tujuan
Setiap makalah
memiliki tujuan begitu pula makalah ini, adapun tujuan dari makalah ini adalah
:
1.
Untuk mngetahui bagai mana terjadinya pembaharuan islam di
india dan para pemikirnya
2.
Untuk mngetahui bagai mana terjadinya pembaharuan islam di
pakistan dan para pemikirnya
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pembaharuan Islam
Di India
Penduduk muslim republic india,
yang berdiri pada tahun 1947 sebagai Negara penerus bersama Pakistan india
inggris, berjumlah sekitar 12 persen dari seluruh penduduk. Jadi, jumlah kaum
muslim india lebih dari 100 juta jiwa dan merupakan sa;ah satu Negara
berpenduduk paling banyak di dunia setelah Indonesia dan kira-kira sama dengan
Pakistan dan banglades. Kaum muslim india tersebar tidak merata. Sekarang ini,
di dataran gangga, wilayah yang dahulu jantung kerajaan mughal, kaum muslim
tidak lebih dari 15 persen dari jumlah penduduk; di Kashmir mereka mayoritas;
dan di Malabar, di barat daya, mereka sekitar seperempat dari jumlah penduduk.
Kawasan-kawasan yang padat jumlah penduduknya terletak di barat laut dan di
timur laun india inggris, sebagian besar mayoritas pertanian yang identifikasi
religiusnya berhubungan dengan permukiman penduduk muslim pada priode penduduk
muslim, menjadi bagian dari Pakistan saat india dan Pakistan terpisah.
Sebagian muslim
india adalah sunni, dan kebanyakan bermadzah hanafi, dan sebagian bermadzah
syafi’i di selatan (yang merefleksikan hubungan dagang samudra dan timur
tengah). Sekitar 10 persen adalah syi’ah, umumnya istana asyariyah (imamiyah).
Komunitas syi’ah yang tidak besar, tetapi penting, yakni ismailiyah di pimpin
oleh aga khan-menjadikan Bombay menjadi tempat tinggal nya pada akhir abad ke
19 ; unsure inti kaum ismailiyah adalah pedagang yang berbasis dibagian barat
daerah itu, kebanyakan kaum muslim sunni di anak benua ini terlibat dalam
lembaga-lembaga tarekat : chistiya, suhrawardiyah, qadiriyah, dan
naqsabandiyah. Ke empat tarekat itu, khususnya kuat di daerah ini. Anak benua
ini memounyai tradisi-tradisi besar-berlanjut hingga kini-dalam kepemimpinan
spiritual dan keilmuan.
Beragam perubahan kaum muslim
diabad 19 dan 20, dan kemajemukan budaya, religious, dan politik mereka,
merentangi spektrum pola yang menjadi ciri kaum muslim di seluruh dunia. Beberapa
pemikir dan pemimpin di antaranya adalah :
a.
Sayyid Ahmad Khan
Sayyid Ahmad Khan
berasal dari keturunan Husein, cucu Nabi Muhammad SAW melalui Fatimah dan Ali
dan dia dilahirkan di Delhi pada tahun 1817 M. Nenek dari Sayyaid Ahmad Khan
adalah Sayyid Hadi yang menjadi pembesar istanah pada zaman Alamaghir II (
1754-1759 ) dan dia sejak kecil mengenyang didikan tradisional dalam wilayah
pengetahuan Agama dan belajar bahasa Arab dan juga pula belajar bahasa Persia.
Ia adalah sesosok orang yang gemar membaca buku dalam berbagai bidang ilmu
pengetahuan dan dia ketika berumur belasan tahun dia bekerja pada serikat India
Timur. Bekerja pula sebagai Hakim, tetapi pada tahun 1846 ia kembali pulang
kekota kelahirannya Delhi.
Di kota inilah dia
gunakan waktunya dan kesempatannya untuk menimba ilmu serta bergaul dengan
tokoh – tokoh , pemuka Agama dan sekaligus mempelajari serta melihat
peninggalan – peninggalan kejayaan Islam, seperti Nawab Ahmad Baksh, Nawab
Mustafa Khan,Hakim Mahmud Khan, dan Nawab Aminuddin. Selama di Delhi Sayyid
Ahmad Khan memulai untuk mengarang yang mana karyanya yang pertama adalah Asar
As – Sanadid. Dan pada tahun 1855 dia pindah ( hijrah ) ke Bijnore, di tempat
ini pula dia tetap mengarang buku – buku penting mengenai Islam di India. Pada
tahun 1857 terjadi pemberontakan dan kekacauan di akibatkan politik di Delhi
yang menyebabkan timbulnya kekerasan (anarkis) terhadap penduduk India. Ketika
dia melihat keadaan masyarakat India kususnya Delhi, ia berfikir untuk
meninggalkan India menuju Mesir, tetapi dia sadar dan terketuk hatinya harus
memperjuangkan umat Islam India agar memjadi maju, maka ia berusaha mencegah
terjadinya kekerasan dan konflik, seta mejadi penolong orang Ingrish dari
pembunuha, hingga di beri gelar Sir,
tetapi ia menolaknya atas gelar yang di berikan tersebut. Pada tahun 1861 ia
mendirikan sekolah Inggris di Muradabad, dan pada tahun 1878 ia juga mendirikan
sekolah Mohammedan Angio Oriental College ( MAOC ) di Aligarh yang merupakan
karya yang paling bersejarah dan berpengaruh untuk memajukan perkembangan dan
kemajuan Islam di India.
Pemikiran –
pemikiran Sayyid Ahmad Khan
Pemikiran Sayyid
Ahmad Khan mempunyai kesamaan dengan Muhammad Abduh di mesir , setelah Abduh
berpisah dengan Jamaluddin Al- Afghani dan setelah sekembalinya dari
pengasingan. Hal ini dapat dilihat dari beberapa ide yang dikemukakannya,
terutama akal yang mendapat penghargaan tinggi dalam pandangannya. Meskipun dia
sebagai penganut ajaran Islam yang taat dan mempercayai adanya kebenaran dari
Tuhan adalah wahyu, tetapi di berpendapat bahwa akal bukan segalanya bagi
manusia dan kekuatan akal hanyalah terbatas yang sifatnya relative.
Dan menurut Ahmad
Khan bahwasannya keyakinan, kekuatan dan kebebasan akal yang menjadikan manusia
menjadi bebas untuk menentukan kehendak dan melakukan perbuatab sesuai yang dia
inginkan. Jadi pemikirannya itu mempunyai kesamaan dengan pemikiran Qodariyah,
Contohnya manusia telah di anugrai oleh Allah berbagai macam daya, di antaranya
adalah daya fakir yang berupa akal, dan daya fikir untuk merealisasikan
kehendak yang di inginkannya. Dan barang siapa yang percaya terhadap hukum alam
dan kuatnya mempertahankan konsep hukum alam ia di anggap sebagai orang yang kafir.
Umat Islam yang
berdomisili di India mengalami kemerosotan dan kemunduran sebagai mana yang di
kemukakan oleh Ahmad Kahn yaitu di karenakan mereka tidak mengikuti
perkembangan zaman yang sedang berlangsung mereka cenderung mengikuti pendahulu
mereka, tetapi bahwasanya ia menentang keras dengan faham Taklid, sebagaimana yang dianut dalam
faham Qodariyah. Dan juga sebab kemunduran Islam di India dikarenakan mereka
terlena dengan gaung peradapan Islam klasik sehingga mereka tidak menyadari
bahwa peradapan baru telah tumbuh dan bermunculan di Barat. Timbulnya peradapan
serta kemajuan ini di dasari oleh Ilmu pengetahuan dan teknologi pada
orang-orang Barat tersebut.
Khan mengemukakan
bahwa Tuhan telah menentukan tabiat dan Nature ( sunnatullah )bagi setiap
mahkluk-Nya yangtetap dan tidak berubah. Menurutnya Islam adalah agama yang
paling sesuai dengan hukum alam dan Al-quran adalah
firman-Nya. Maka
sudah barang tentu sejalan dan tidak ada pertentangan. Dia tidak mau dalam
suatu pemikirannya terganggu dan terbatasi oleh orentasi Hadist dan Fiqih, di
karenakan segala sesuatu diukur dengan kritik rasional, serta menolak segala
yang bertentangan dengan logika dan hukum alam. Ia hanya mau mengambil
Al-qur’an sebagai landasan dan pedoman Islam, sedang yang lainnya hanyalah
membantu dan kurang begitu penting. Contohnya, atas penolakan Hadist
dikarenakan berisi moralitas Masyarakat Islam pada abad pertama ataupun pada
abad ke dua sewaktu Hadist dikumpulkan dan dikodifikasikan. Sedangkan hukum
Fiqih menurutnya berisi tentang moralitas masyarakat sampai saat timbulnya
mazhab – mazhab dan menolak taqlid. Sebagai konskuensi dari penolakan taqlid
tersebut Khan memandang perlu sekali untuk di adakannya ijtihad – ijtihat baru
untuk menyesuaikan pelaksanaan ajaran – ajaran Islam dengansituasi dan kondisi
masyarakat yang senantiasa mengalami perubahan.
b.
Syed Amir Ali
Syed Amir Ali (1849-1928) ialah sarjana Islam India dan menjadi pensyarah
di Universiti Muslim
Aligard . Sumbangan
beliau begitu bermakna bagi menentang kritikan orientalis barat terhadap Islam terutama isu poligami, perhambaan, hak asasi manusia, pendidikan Islam dan lain-lain Tulisan-tulisan
beliau begitu bermakna, mendalam dan berdasarkan kajian yang
konfrehensif.Beliau turut menandatangani Petisyen Quran 1906 dan menjadi pengasas Liga Muslim Seluruh
India dan sezaman
dengan Muhamad Iqbal.
Susur galur Syed Amir Ali berkait
dengan keturunan Imam ke-8, Ali Al-Raza dan seterusnya kepada
nabi Muhammad. Nenek moyang memegang jabatan penting semasa Shah Abbas II Parsi dan terlibat semasa Shah
Yang Nadir menawan India.
Selepas rampasan Delhi keluarga beliau berkhidmat
dengan Muhammad Shah, Moyang lainnya terlibat dalam pertempuran Panipat dengan Marhattas. Apabila datuknya telah mati,
bapanya Saadat Ali Khan membawa beliau untuk dijaga
oleh bapa saudaranya.
Syed Amir Ali lahir pada 6 April
1849 di Cuttack , Orissa , India .Anak kelima kepada Syed Saadat Ali. Keluarga mereka pindah ke Calcutta dan ke Chinsura serta bergaul dengan
golongan elit di sana. Beliau menerima pendidikan yang disediakan oleh pihak
penjajah British.Mendapat ijazah di Universiti Calcutta tahun 1867 dan sarjana
jurusan Sejarah 1868. Seterusnya belajar undang-undang pada tahun 1869 dan
memulakan khidmat guaaman di Calcutta.
Beliau berhijrah ke London dan bergaul dengan golongan
elit di London dan menerima pemikiran liberal semasa. 1873 beliau berkhidmat
sebagai penguat di Mahkamah Tinggi
Calcutta setelah
kembali ke India.1874 beliau dilantik sebagai pensyarah di Universiti Calcutta,
India. Kemudian mengajar undang-undang Islam di Presidency College .1878 Syed
Amir Ali menyertai Majlis Perundangan
Bengal . 1880
melawat England selama setahun. 1883 menyertai Majlis Gabenor
Jeneral India dan menjadi profesor undang-undang di Universiti Calcutta 1881. 1877 mengasaskan
Pertubuhan Kebangsaan Muhamadan. Beliau adalah orang India pertama diterima
menyertai Privi Council dan menjadi Law Lord. 1910
mengasaskan masjid pertama di London dan menubuhkan Tabung Masjid
London dan sentiasa
berjuang bagi kepentingan kebajikan orang Islam di London. 1904 bersara dan
memutuskan untuk tinggal di England. Akhirnya beliau meninggal pada 4 Agustus
1928 di Sussex, England.
c.
Muhammad Iqbal
Muhammad
iqbal lahir di Sialkot dan melanjutkan studinya di Punjab sampai memperoleh
gelar MA. Di kota itulah ia berkenalan dengan Thomas Arnold, seorang orientalis
yang mendorongnya melanjutkan studinya ke inggris. Pada tahun 1905 ia masuk
universitas Cambridge untuk mempelajari filsafat. Dua tahun kemudian ia pindah
ke munic, jerman hingga memperoleh gelar Ph.D. dalam bidang tasawwuf, dengan
disertainya The Development of Metafiphysics in Persia (perkembangan
metafisika di persia).
Pada
tahun 1908, Muhammad iqbal kembali ke Lahore, disamping bekerja sebagai
pengacara ia menjadi dosen filsafat. Hasil ceramahnya di berbagai universitas
di india kemudian dibukukan menjadi buku dengan judul The Recontruction of
Relegious Thought in islam.
Sejak
tahun 1930 ia terlibat dalam politik praktis dan terpilih menjadi presiden liga
muslim. Muhammad iqbal meniggal dalam usia enam puluh dua tahun.
Berbeda
dengan pembaharu-pembaharu lain, Muhammad iqbal adalah penyair dan filosuf.
Tetapi pemikiranya tentang kemunduran umat islam dan kemajuan umat islam
mempunyai pengaruh yang sangat luas pada pembaharuan dalam islam.
Pemikiranya tentang
pembaharuan pemikiran dalam islam antara lain :
a)
Kemunduran umat
islam selama lima abad terakhir karena kebekuan dalam pemikiran
b)
Hukum islam sudah
dikatakan sudah statis. Menurutnya, hukum islam tidak bersifat statis, namun
dapat berubah sesuai situasi dan kondusi. Karena itu, ia berpendapat bahwa
pintu ijtihad tidak di tutup.
c)
Ajaran zuhud yang
terdapat adalah ajaran tasawwuf. Sifat zuhud adalah tasawwuf mengajarkan bahwa
perhatian umat islam harus dipusatkan kepada tuhan dan apa-apa yang berada
dibalik alam materi. Ajaran ini yang pada ikahirnya mengakibatkan umat islam
kurang persoalan dunia dan kemasyarakatan.
d)
Islam pada
hakikatnya mengajarkan dinamisme. Pada zaman klasik, islam sangat tampak
dinamis, karna adanya keyakinan dan system social yang dipusatkan pada Al-Qur’an.
e)
Al-Qur’an senantiasa
menganjurkan pemakaina akal dalam memahami ayat atau tanda yang ada dialam
semesta. Orang-orang yang tidak memahami tanda itu akan buta terhadap masa
depan.
f)
Dalam pemikiran
pembaharuan, barat bukan sebagai model. Ia menolak kapitalisme dan imprealisme
barat, tetapi menerima sosialisme. Ia melihat ada persamaan antara islam dan
sosialisme. Tetapi barat, menurutnya banyak dipengaruhi oleh matrealisme yang
telah mulai meninggalkan agama. Yang harus diambil dari barat adalah sains dan
tekniloginya.
B.
Pembaharuan Islam
Di Pakistan
Pakistan merupakan
negara federal dengan
sistem parlemen yang terdiri
dari 4 provinsi dan 4 daerah
federal. Dengan penduduk lebih dari 170 juta orang, Pakistan menjadi salah satu
negara terpadat di dunia dan memiliki penduduk Muslim terbanyak di dunia
setelah Indonesia.Pakistan juga merupakan negara yang memiliki multi-etnis dan memiliki variasi dari segi geografis. Di masa setelah kemerdekaan,
Pakistan mengalami ketidakstabilan dalam pemerintah dan konflik yang terus
terjadi dengan negara tetangga terdekatnya, India. Negara ini memiliki berbagai tantangan dan masalah,
seperti kemiskinan, buta aksara, korupsi serta
serangan teroris.
Nama Pakistan berarti tanah
yang murni dalam bahasa Urdu maupun bahasa Persia. Nama ini dicetuskan
sebagai Pakistan oleh Choudhary Rahmat Ali, seorang tokoh gerakan Pakistan yang menerbitkan sebuah
pamflet berjudul (Now or Never) Nama ini juga merupakan
sebuah portmanteau dari
nama-nama etnis utama yang terdapat di Pakistan yaitu : Punjab, Afgan, KashmIr, Sindh, dan Baluchistan.
Di Pakistan sendiri
pembaharuan-pembaharuan islam juga berlangsung dan diantara tokoh-tokohnya
dalah :
a.
Abul a’la al maududi
Antara Jahiliyah dan Islam Perilaku individu dan masyarakat
dikonstruk dari pemikirannya tentang problem-problem mendasar dalam kehidupan.
Pertanyaan tentang alam, hidup, pencipta, juga tujuan hidupnya. Pembeda utama
antara Islam dan jahiliyah adalah pada metodologi yang digunakan dalam menjawab
pertanyaan-pertanyaan metafisis ini. Maududi mengidentifikasi tiga metodologi
dasar yang digunakan manusia untuk menjawab problem-problem ini. Pertama, dengan
menggunakan persepsi inderawi semata-mata. Kedua, menggunakan
persepsi inderawi yang dibimbing nalar spekulatif.Ketiga, jalan kenabian.
Dua yang pertama merupakan latar pemikiran jahiliyah. Jalan kenabian adalah
latar pemikiran Islam. Jalan jahiliyah terbentang dalam beberapa paham.
Ateisme, politeisme, dan monastisisme. Ateisme, yang menyatakan tidak ada
pencipta semesta ini, tidak ada kenyataan yang sesungguhnya kecuali kehidupan
dunia, hanya kebetulan yang melemparkan manusia ke panggung kehidupan. Ateisme
ini terbentuk dari jalan inderawi semata untuk memahami dunia. Politeisme,
paham banyak tuhan; sebuah hasil imajinasi manusia. Monastisisme adalah cabang
politeisme dengan titik tekan pada pengingkaran terhadap kehidupan dunia, raga
adalah penghalang jiwa untuk meraih kebahagiaan.
Islam, melalui metodologi kenabian, dibangun di atas
dasar-dasar berikut.
1.
Allah adalah pencipta alam
semesta. Allah adalah penguasa, pemiliki dan pengurus makhluk-makhluknya.
2.
Manusia adalah subjek bagi
perintah Allah. Manusia diberikan kebebasa untuk mengikuti atau menolak
petunjuk-Nya.
3.
Petunjuk-Nya dibawa oleh para
nabi.
4.
Dengan demikian hidup manusia di
dunia adalah dalam rangka ujian. Dan pada akhirnya manusia harus mempertanggung
jawabkan kehidupannya pada hari akhirat.
5.
Kekuasaan jurisdiksi dan
kedaulatan hukum tertinggi (hakimiyah) hanya bagi Allah.
6.
Misi utama nabi adalah menegakkan
kedaulatan Allah dalam kehidupan ini.
Dari keterangan di atas bisa dipahami perbedaan mendasar
antara jahiliyah dan Islam adalah pada jawaban dan metode terhadap
pertanyaan-pertanyaan metafisis yang ada dalam kehidupan manusia. Hal yang
selalu ditekankan oleh al Maududi terkait dengan konsepsi Islam adalah
pandangan tentang kekuasaan jurisdiksi dan kedaulatan hukum (al hakimiyah) bagi
Allah semata. Pandangan ini menjadi titik sentral elaborasi al Maududi terhadap
Islam. Ketika menjelaskan pengertian terminologi-terminologi utama dalam al
Qur’an (al ilah, ar rabb, al ibadah, dan ad dien) konsep al hakimiyah ini
merupakan poros utama. Demikian pula ketika ia menjelaskan tentang teori politik
dan pergerakan Islam. Rekonstruksi sejarah kenabian bagi al Maududi adalah
rekonstruksi penegakan kedaulatan Allah di muka bumi sebagai misi utama
kenabian.
Penafsiran Sejarah Melalui kerangka
teoritis di atas ukuran sejarah bagi al Maududi adalah wujudnya kedaulatan
Allah itu. Masa kenabian dan khilafah rasyidah adalah masa islami sejarah umat.
Pasca khilafah rasyidah, kejahiliyahan mulai masuk ke dalam tubuh umat. Pada
permulaannya yang menjadi korban utama jahiliyah adalah sistem politik umat
yang berubah dari khilafah menjadi kerajaan, korban jahiliyah kesukuan. Pada
masa-masa selanjutnya tipe-tipe jahiliyah (ateisme, politeisme,
monastisisme-kebiaraan) mulai merasuk ke dalam tubuh umat.
Walau demikian perlu dicatat bahwa pengaruh Islam tidak
serta merta lenyap. Pengaruh dakwah Islam yang dibawa oleh Rasulullah telah
merasuk sedemikian dalam ke dalam sejarah. Walau secara politik pengaruh Islam
mulai melemah (dalam bentuk implementasi ideal dari hukum Allah), di
wilayah-wilayah pemikiran teologis, spiritual misalnya Islam adalah faktor
dominan. Juga perlu diperhatikan walaupun secara politik umat terpelanting ke
dalam kondisi tidak ideal, ini tidak menghalangi munculnya orang-orang yang
adil dalam kepemimpinannya. Apalagi jika dibandingkan orang-orang semasa dari
peradaban lain dalam sejarah.
Gerakan Pembaharuan (Tajdid) Hilangnya
idealisme Islam dalam kenyataan dalam sejarahnya membuahkan gerakan pembaharuan
(tajdid) yang dipelopori oleh para tokoh pembaharu (mujadid). Dari sisi
doktrinal pembaharuan adalah kebutuhan. Tetapi al Maududi menyatakan gerakan
pembaruan tidak mesti direpresentasikan dalam wujud satu orang, tetapi bisa
dalam satu kelompok orang. Tokoh awal yang sering didaulat sebagai pembaharu
dalam sejarah Islam adalah Umar bin Abdul Aziz.
Berdasarkan konsepsi teoritis di atas adalah mudah dipahami
jika kemudian al Maududi membangun kriteria bagi pembaharu. Tiga ciri yang
dimiliki oleh setiap mujadid adalah diagnosis terhadap penyakit umat, skema
reformasi dan penilaian terhadap kemampuan diri dan sumber daya. Ciri yang lain
meliputi revolusi intelektual, praktek reformasi, ijtihad, revitalisasi sistem
islam dan menyebaran sistem islam ke seluruh dunia. Ciri-ciri ini pada dasarnya
adalah ciri bagi mujadid ideal. Dalam penilaian Al Maududi sejarah mujadid
ideal ini belumlah muncul. Konsepsi ini adalah tafsirannya terkait dengan
konsep al mahdi dalam Islam. Jadi al mahdi adalah mujadid ideal yang melalukan
proses pembaharuan secara menyeluruh, utamanya menegakkan sistem islam
(kedaulatan islam). Yang muncul dalam sejarah pada umumnya adalah tipe mujadid
parsial. Umar bin Abdul Aziz, empat imam mazhab, imam Ghazali, Ibn Taimiyah,
Ahmad Sirhindi dan Syah Waliullah Ad Dehlawi adalah representasi gerakan
pembaruan dalam tubuh umat, dengan konsentrasi mereka masing-masing.
Kritik An Nadwi Pandangan Al
Maududi ini bukan berarti tanpa kritik. Abul Hasan An Nadwi memberikan kritik
terhadap pandangan-pandangan Al Maududi. Pokok kritiknya yang utama adalah pada
sisi tafsir politis (tafsir siyasi) atas konsep-konsep dasar Islam (al ilah, ar
rabb, al ibadah, dan ad dien) yang dilakukan oleh Al Maududi. An Nadwi menilai
Al Maududi terlalu mereduksi konsep-konsep ini menjadi konsep politik dan
menjadikan Islam sekedar relasi kekuasaan antara Tuhan dan manusia, juga
menyamakan penegakan agama (iqamat addien) sebagai pendirian negara Islam
semata (semacam proyek politik). Bagi An Nadwi penafsiran metafisis secara
politis seperti ini tidak tepat, relasi manusia dan Tuhan lebih komprehensif
ditinjau dari sisi relasi “cinta” dan “realisasi Kebenaran”.
An Nadwi menyetujui kebutuhan akan adanya negara Islam
sebagaimana Al Maududi. Tetapi, tesis Al Maududi tentang tugas nabi untuk
mendirikan kedaulatan Ilahi di dunia (dengan pendirian negara Islam) bagi An
Nadwi adalah pembacaan yang salah terhadap konsep kenabian. Tugas utama nabi
bagi An Nadwi adalah mendakwahkan ibadah kepada Allah semata dan mendidik
manusia mengerjakan amal saleh. Demikian pula An Nadwi mengkritik Al Maududi
yang memandang fungsi ibadah dalam Islam (shalat dan dzikir misalnya) hanya
sebagai alat atau sarana pelatihan (training) bagi manusia sebagai subjek
negara Islam. Ibadat dengan demikian menjadi alat bagi pendirian negara Islam.
An Nadwi menilai, justru kebalikannya yang benar.
Jika kita membaca tulisan An Nadwi mengenai gerakan
pembaharuan Islam, kita juga akan mendapatkan di sana semacam kritik terhadap
pemikiran Al Maududi, walaupun tidak secara langsung. Penentuan kriteria ideal
bagi setiap pembaharu bagi An Nadwi adalah tidak tepat, apalangi sekedar
menjadikan usaha untuk mendirikan negara Islam atau khilafah ideal bagi tugas
pembaharuan mereka. Masing-masing pembaharu memiliki permasalahan historisnya
sendiri-sendiri. Apresiasi kita terhadap kerja pembaharuan mereka harus
memperhatikan konteks permasalahan sosial politik yang ada di masanya
masing-masing.
No comments :
Post a Comment