Agama islam
adalah agama yang syarat akan kedisiplinan, terutama dalam hal ibadah. Amaliah
sunnah yang selalu dilakukan oleh rasulullah merupakan pedoman bagi kaum
muslimin untuk menutupi kekurangan ibadah wajib syari’ah. Ibarat dagangan
amaliah fardlu itu adalah hasil dari penjualah modal pokok, sedangkan amalia
sunnah merupakan labanya. Maka dari itu, kita mencari pewaris para ulama’
seyogyanya mencari laba dari sunnah-sunnah nabi sebanyak mungkin.
Islam adalah
agama yang bahagia dihari jum’at. Hari jum’at merupakan hari-hari yang mulia dibanding
hari-hari yang lain. Dimana pada hari itu semua ibadah dilipat gandakan
pahalanya oleh yang maha pengasih. Kenapa demikian? Karena komposisi pada hari
itu berbeda dengan hari lainnya. Dihari itu ada sholat jum’at, yang
keistimewaan nya tak perlu ditannyakan, pada hari itu pula dunia dan seluruh
alam diciptakan, dan konon pada hari itu pula seluruh alam semesta akan dimusnakan.
Rasulullah
menganjurkan kepada umatnya untuk datang lebih awal dalam ritual mingguan umat
islam. Hal itu berdasar pada hadits shohih:”barang siapa datang kemasjid untuk
sholat jum’at setelah mandi janabah (mandi pada hari jum’at yang seperti mandi
janabah), apabila datangnya pada saat pertama, maka mendapat pahala seperti
berqurban unta, pada saat kedua seperti qurban sapi, pada saat ketiga seperti
qurban kambing gibas yang telah bertanduk, pada saat keempat seperti ayam babon
(ayam yang sudah besar menurut kebiasaan) pada saat kelima seperti sebesar
burung pipit, pada saat keenam sebesar pahala qurban sebutir telur”.
Enam waktu
diatas dimulai dari fajar hingga sang khotib keluar dari rumahnya. Namun
ironisnya, tak banyak orang-orang yang berbondong-bondong datang dari awal, mereka
lebih hobi menjadi yang terakhir.
Tak banyak yang
mengetahui akan besarnya pahala yang dapat dijarah pada hari jum’at, sehingga
mereka menganggap hari jum’at tak lebih istimewa dari hari-hari yang lain.
Fenomena serupa juga terjadi dikalangan mahasiswa yang berdomisili di ma’had,
bahkan tak jarang mereka datang lebih akhir dari khalayak awam.
Selai tidak tau
akan emas dibalik jum’at yang dianggap sepele. Banyak juga yang tidak menjaga
tata karma dalam menyambut jum’at, terlebih sholat jum’at. Para pemuda desa
datang kemasjid, dengan pakaian seadanya, kaos pendek, terkadang tanpa kopyah,
disela-sela jari terselip sebatang rokok yang mengepul, mendengar khutbah
sambil lalu, dengan tak berhenti ngobrol sana-sini, bahkan tidak menghadap
kekiblat, tapi timur, sungguh tragis nasib islam pada masa kini.
Padahal
jangankan bergurau saat khutbah, bicara, atau menginggatkan orang lain yang
bicara saja dilarang, karena dapat menghilangkan pahala sholat jum’at itu
sendiri. Lalu bagai mana dengan praktek yang ada?
Tapi, masalah
itu tak perlu dikhawatirkan bagi kaum mahasiswa, mereka lebih faham akan
hukumnya. Tapi kesunahan menengklengkan kepala saat khutbah berlangsung, apakah
masi menjadi tradisi?, jawabannya; masih. Memang banyak dijumpai saat khotib
memaparkan petuah-petuah agung, banyak yang terbuai oleh mimpi, sambil
menengklengkan kepala, tentunya karena tidur bukan karena khusuk mendengarkan
khutbah, parah. Saat dituding para pelakuh berdalih, tidur lebih baik dari pada
berbicara, okelah , tapi tidak tidur, menyimak dan berbicara lebih baik dari
tidur apalagi bicara.
Selain itu tren
lamcing (salam plencing) habis salam langsung angkat sajadah semakin
digandrumi, tanpa ada dzikir lain, tak ada fatihah tujuh kali, muawwidzatain
tujuh kali, jangankan itu istighfar saja tidak. Padahal jika mau melakukan hal
tersebut, wah jaminan do’a nya terkabul sangat besar peluangnya, serta,
diampuni dosanya yang telah lewat dan akan terjadi serta dianugrahi pahala sebanyak
orang yang beriman kepada Allah dan Rasulullah SAW.
Tugas kita
sekarang sebagai kader masa depan untuk memberikan uswatun hasanah, dengan
menjalankan apa yang harus dijalankan.
By : putra mahkota kerajaan langit
No comments :
Post a Comment