Monday 25 February 2013

Filsafat Ariyah


BAB 1
PENDAHULUAN
A.    Latar belakang
Manusia merupakan makhluk ciptaan Allah yang sempurna. Selain di ciptakan sebagai hablumminallah juga sebagai  hablumminannas  yaitu sebagai makhluk sosial, manusia tidak dapat hidup sendiri tanpa bantuan orang lain.
 Setiap aktivitas yang dilakukan tentu melibatkan orang lain, dalam hal ini Allah swt membuat peraturan-peraturan yang harus di ikuti dan di taati dalam hidup bermasyarakat untuk menjaga kepentingan manusia, Allah mengatur hubungan manusia dengan manusia dalam usahanya untuk mendapatkan alat-alat keperluan jasmaninya dengan cara yang paling baik.
Agama menganjurkan kepada umat muslim untuk saling menolong saudaranya, misalnya dalam hal bermuamalah yaitu dengan memberikan pinjaman kepada saudaranya yang membutuhkan, yang mana pinjam meminjam tersebut adalah objek pembahasan makalah ini, sehingga dapat dipahami hakikat disyariatkannya pinjam meminjam atau  ‘ariyah.

B.     Rumusan masalah
1.      Apa itu fiqih ‘Ariyah ?
2.      Apa landasan hukum dan fatwa tentang ‘Ariyah ?
3.      Bagaimana implementasi‘Ariyah dalam perbankan?
4.      Apa filsafah dari ‘Ariyah?

C.    Tujuan pembahasan
1.      Untuk menjelaskan tentang fiqih‘Ariyah
2.      Untuk menjelaskan landasan hukum dan fatwa tentang ‘Ariyah
3.      Untuk menjelaskan implementasi ‘Ariyah dalam perbankan
4.      Untuk menjelasakan filsafah ‘Ariyah

D.    Sistematika Penulisan
Bab 1      pendahuluan
a.       Latar belakang
b.      Rumusan masalah
c.       Tujuan pembahasan
            Bab 2      pembahasan
            Bab 3      kesimpulan dan saran























BAB 2
PEMBAHASAN

2.1 Fiqih ‘ariyah
a. pengertian ariyah
            Menurut etimologi ‘Ariyah( اﻟﻌﺎﺭﻴﺔ )diambil dari kata ﻋﺎﺭ yang berarti datang dan pergi.
Menurut terminologi syara’ ulama fiqih berbeda pendapat dalam mendefinisikannya, antara lain :
1. Menurut Syarkhasyi dan ulama Malikiyah[1] : ﺗﻣﻟﻴﻚﺍﻟﻤﻨﻔﻌﺔﺑﻐﻳﺭﻋﻮﺽ
Pemilikan  atas manfaat (suatu benda) tanpa pengganti”
2. Menurut ulama Syafi’iyah dan Hambaliyah[2] : ﺍﺒﺎﻋﺔﺍﻟﻤﻨﻔﻌﺔﺒﻼﻋﻮﺿﺎ
Pembolehan (untuk mengambil) manfaat tanpa mengganti”
Jadi dapat disimpulkan bahwa ‘Ariyah adalah perbuatan pembolehan memanfaatkan barang milik oleh seseorang kepada orang lain pada waktu tertentu tanpa ada imbalan.
b. Rukun dan syarat ‘ariyah
Menurut Hanafiyah, Rukun ‘ariyah hanya  satu, yaitu ijab dan qabul, tidak wajib diucapkan tetapi cukup dengan menyerahkan pemilik kepada peminjam barang yang dipinjam dan boleh hukum ijab qabul dengan ucapan.
Menurut Syafiiyah, Rukun Ariyah adalah sebagai berikut:
1.      Kalimat meminjamkan (lafazh), seperti seseorang berkata, “saya pinjamkan benda ini kepadamu” dan yang menerima berkata “ saya mengaku miminjam benda kepadamu.”
Syarat bendanya adalah sama dengan syarat benda-benda dalam jual beli.
2.      Mu’ir yaitu orang yang meminjamkan dan Mus’tair yaitu orang yang menerima pinjaman.
Syarat bagi mu’ir adalah pemilik yang berhak menyerahkannya, sedangkan syarat-syarat bagi mus’tair adalah:
·         baligh
·         berakal
·         orang tersebut tidak dimahjur(dibawah curatelle) atau orang yang berada dibawah perlindungan, seperti pemboros.
3.      Benda yang di pinjamkan.
            Pada rukun ketiga ini disyaratkan dua hal, yaitu:
·         Materi yang dipinjamkan dapat dimanfaatkan, maka tidak sah ariyah yang materinya tidak dapat digunakan, seperti meminjam karung yang sudah hancur sehingga tidak dapat digunakan untuk menyimpan padi.
·         Pemanfaatan itu dibolehkan, maka batal ariyah yang pengambilan manfaat materinya dibatalkan oleh syara’, seperti meminjam benda-benda najis.
Ø  Tanggung Jawab Peminjam
Bila peminjam telah memegang barang-barang pinjaman, kemudian barang tersebut rusak, ia berkewajiban menjaminnya, baik arena pemakaian yang berlebihan maupun karena yang lainnya. Demonian menurut Idn Abbas, Aisyah, Abu Hurairah, Syai’I dan Ishaq dalam hadis yang diriwayatkan oleh Samurah, Rasulallah Saw. Bersabda:
“Pemegang kewajiban menjaga apa yang ia terima, hingga ia mengambilkannya”.
Sementara para pengikut hanafiyah dan Malik berpendapat bahwa, pemin jam tidak berkewajiban menjamin barang pinjamannya, kecuali karena tindakan yang berlebihan, karena Rasulallah Saw. Bersabda:
“Pinjaman yang tidak berkhianat tidak berkewajiban mengganti kerusakan”
(Dikeluarkan ai-Daruquthin)
Ø  Tatakrama meminjam atau berutang
Ada beberapa hal yang dijadikan penekanan dalam pinjam-meminjam atau utang-piutang tentang nilai-nilia sopan-santun yang terkait di dalamnya, ialah sebagai berikut:
a. Sesuai dengan QS. Al-Baqarah: 282, utang-piutang supaya dikuatkan dengan tulisan dari pihak berutang dengan disaksikan dua orang saksi laki-laki dengan dua orang saksi wanita. Untuk dewasa ini tulisan tresebut dibuat diatas kertas bersegel atau bermaterai.
b. Pinjaman hendaknya dilakukan atas dasar adanya kebutuhan yang mendesak disertai niat dalam hati akan membayarnya/mengembalikannya.
c. Pihak berpiutang hendaknya berniat memberikan pertolongan kepada pihak berutang. Bila yang meminjam tidak mampu mengembelikan, maka yang berpiutang hedaknya membalaskannya.
d. Pihak yang berutang bila sudah mampu membayar pinjaman, hendaknya dipercepat pembayaran utangnya karena lalai dalam pembayaran pinjaman berari berbuat zalim.

2.2 Dasar hukum dan fatwa tentang ‘Ariyah
a. Dasar hukum
1.  Al- Qur’an surat Al maidah ayat 2
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا لَا تُحِلُّوا شَعَائِرَ اللَّهِ وَلَا الشَّهْرَ الْحَرَامَ وَلَا الْهَدْيَ وَلَا الْقَلَائِدَ وَلَا ءَامِّينَ الْبَيْتَ الْحَرَامَ يَبْتَغُونَ فَضْلًا مِنْ رَبِّهِمْ وَرِضْوَانًا وَإِذَا حَلَلْتُمْ فَاصْطَادُواوَلَا يَجْرِمَنَّكُمْ شَنَآنُ قَوْمٍ أَنْ صَدُّوكُمْ عَنِ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ أَنْ تَعْتَدُوا وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَى وَلَا تَعَاوَنُوا عَلَى الْإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ

Artinya : Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu melanggar syi’ar-syi’ar Allah, dan jangan melanggar kehormatan bulan-bulan haram, jangan (mengganggu) binatang-binatang had-ya, dan binatang-binatang qalaa-id, dan jangan (pula) mengganggu orang-orang yang mengunjungi Baitullah sedang mereka mencari kurnia dan keredhaan dari Tuhannya dan apabila kamu telah menyelesaikan ibadah haji, maka bolehlah berburu. Dan janganlah sekali-kali kebencian(mu) kepada sesuatu kaum karena mereka menghalang-halangi kamu dari Masjidilharam, mendorongmu berbuat aniaya (kepada mereka). Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya.
Dalam ayat ini, terdapat firman-Nya yang berarti “ Dan tolong menolonglah kamu dalam kebajikan dan ketakwaan, jangan tolong menolong dalam dosa dan pelanggaran”. Ini adalah merupakan prinsip dasar dalam menjalin kerjasama dengan siapapun, selama tujuannya adalah kebajikan dan ketakwaan.
Firman Allah ini merupakan dasar hukum ‘Ariyah (pinjam meminjam) karena dapat saling tolong menolong sesama manusia selama berada dalam kebajikan. Bila diperhatikan ayat kedua surat Al Maidah ini, secara nyata disana disebutkan bahwa perbuatan tolong menolong tidak mutlak berlaku atas semua perbuatan. Secara jelas ayat tersebut mengungkapkan bahwa dalam lapangan perbuatan yang bersifat tercela, tolong menolong itu malah dilarang.
 2. As Sunnah
            Dalam hadits Bukhari dan Muslim dari Anas, dinyatakan bahwa Rasulullah SAW telah meminjam kuda dari Abu Thalhah, kemudian beliau mengendarainya. Dalam hadits lain yang diriwayatkan oleh Abu dawud dengan sanad yang  jayyid dari Shafyan Ibn Umayyah, dinyatakan bahwa Rasulullah SAW. Pernah meminjam perisai dari Shafwan bin Umayyah pada waktu perang Hunain. Shafwan bertanya , “Apakah engkau merampasnya ya Muhammad?” Nabi menjawab “ Cuma meminjam dan aku bertanggung jawab”.


3.      Ulama kontemporer
            Menurut Sayyid Sabiq, tolong menolong (‘Ariyah) adalah sunnah. Sedangkan menurut al-Ruyani, sebagaimana dikutip oleh Taqiy al-Din, bahwa ariyah hukumnya wajib ketika awal islam. Adapun landasan hukumnya dari nash Alquran surah al Maidah : 2.
Ø  Hukum ketetapan ‘Ariyah
1. Secara Hakikat
- Menurut ulama Malikiyah : barang yang dipinjam boleh dipinjamkan kepada orang lain tanpa izin pemiliknya asalkan digunakan sesuai fungsinya (‘ariyah mutlak)
- Ulama Hanafiyah membolehkan karena yang memberikan pinjaman telah memberikan hak penuh kepada peminjam untuk mengambil manfaat barang, tetapi jika mu’ir meminta kembali barang tersebut harus dikembalikan segera (mutlak)
- Ulama Syafi’iyah dan Hambaliyah barang pinjaman tidak boleh dipinjamkan lagi karena ‘ariyah itu hanya sebatas pengambilan manfaat (‘ariyah muqoyyad) dibatasi waktu dan pemanfaatannya, ukuran berat dan jenisnya.

2. Secara Majuzi
‘Ariyah secara majuzi yaitu pinjam meminjam benda-benda yang berkaitan dengan takaran, timbangan, hitungan dan lain-lain. ‘Ariyah ini harus diganti dengan benda yang serupa atau senilai karena tidak mungkin dapat dimanfaatkan tanpa merusaknya.


b. fatwa tentang ‘Ariyah
Dalam perbankan syariah pinjam- meminjam menggunakan akad Qardh. Sehingga fatwa MUI tidak mengatur tentang ‘ariyah namun mengatur pinjam meminjam dengan akad Qardh. Adapun fatwa tentang al Qardh yaitu No: 19/DSN-MUI/IV/2001 Tentang AL-QARDH. Ditentukan bahwa  Al-Qardh adalah pinjaman yang diberikan kepada nasabah (muqtaridh) yang memerlukan.  
2.3 Implementasi ‘Ariyah dalam perbankan
            Pinjam meminjam dalam perbankan syariah menggunakan akad qardh, qardh ada 2 macam :
  1. 1. Qardh – Al Hasan, yaitu meminjamkan sesuatu kepada orang lain, dimana pihak yang dipinjami sebenarnya tidak ada kewajiban mengembalikan. Melalui Qardh Al hasan maka dapat membantu sekali orang yang berutang di  jalan Allah untuk mengembalikan utangnya kepada orang lain tanpa adanya kewajiban baginya untuk mengembalikan utang tersebut kepada pihak yang meminjami. Keberadaan akad ini merupakan karakteristik dari kegiatan usaha perbankan syariah yang berdasarkan pada prinsip tolong menolong.
  2. Al Qardh  yaitu meminjamkan sesuatu kepada orang lain dengan kewajiban mengembalikan pokoknya kepada pihak yang meminjami.
        Pada Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/46/PBI/2005 Tentang Qardh  diartikan sebagai pinjam meminjam dana tanpa imbalan dengan kewajiban pihak peminjam mengembalikan pokok pinjaman secara sekaligus atau cicilan dalam waktu tertentu

2.4 Filsafah ‘Ariyah
Hikmah pinjam-meminjam adalah :
a.       Ber­satunya jiwa dan lembutnya hati orang yang meminjamkan.
b.      Tercipta kasih sayang diantara sesama
c.       Janji pahala dari Allah
Apabila ada seseorang yang datang pada kita mengharapkan bantuan kita misalnya karena membutuhkan sesuatu untuk mencukupi kebutuhannya, maka selayaknyalah kita membantunya misalnya dengan memberi pinjaman kepada orang tersebut, adalah sebuah kebahagiaan ketika kita dapat bermanfaat bagi orang lain, dapat meringankan beban orang lain, seperti kita ketahui bahwa roda kehidupan berputar, mungkin saat ini kita hidup dalam kecukupan namun ada kalanya suatu saat kita dalam kesulitan dan membutuhkan bantuan orang lain. Jika kita senantiasa membantu orang yang datang pada kita untuk meminta bantuan maka suatu saat jika kita butuh baantuan maka orang lain juga akan mendatangi kita untuk memberi bantuan.
Allah telah menakut-nakuti orang yang enggan menolong dengan barang berguna berupa ancaman neraka Wail dan siksa­an yang pedih. Allah swt. Berfirman dalam QS., al-Ma’un 4-7,
Maka celakalah bagi orang-orarg yang shalat. (Yaitu) orang-orang yang lalai dari shalatnya. Orang-orang yang berbuat riya. Dan enggan (menolong dengan) barang berguna.
Mayoritas ulama tafsir berpendapat bahwa yang dimaksud dengan barang-barang berguna adalah sesuatu yang seharusnya tidak dicegah untuk memberikannya menurut kebiasaan.




BAB 3
Kesimpulan
‘Ariyah adalah perbuatan pembolehan memanfaatkan barang milik oleh seseorang kepada orang lain pada waktu tertentu tanpa ada imbalan.
Fatwa tentang pinjam meminjam disebutkan pada akad qardh yaitu No: 19/DSN-MUI/IV/2001 Tentang AL-QARDH.
Pada transaksi pinjam meminjam bukan termasuk sebagai usaha pengembangan modal, akan tetapi hubungan bisnis dalam ajaran Islam tidak hanya didasari kepentingan semata, tetapi juga di dasari atas tolong menolong. Terkadang dalan bisnis tidak selalu untung bahkan merugi sehingga tidak menutup kemungkinan untuk berhutang untuk menutup kerugian tersebut.
‘Ariyah di sunnahkan berdasarkan QS. Al maidah : 2
Hikmah ‘Ariyah :
a.       Ber­satunya jiwa dan lembutnya hati orang yang meminjamkan.
b.      Tercipta kasih sayang diantara sesama
c.       Janji pahala dari Allah
Apabila sesorang membantu orang lain yang kesulitan maka suatu saat orang lain juga akan membantunya jika ia dalam kesulitan.
Saran
Pinjam meminjam merupakan akad yang menitikberatkan pada sikap tolong menolong atau ta’awun dan dengan demikian maka balasannya akan berupa pahala dari Allah Swt. Oleh karena itu sebagai makhluk sosial saling tolong menolonglah dalam kebaikan, salah satu caranya adalah dengan memberiakan pinjaman pada orang lain yang membutuhkan.

Daftar pustaka

Syafi’e Rahmat, fiqih mumalah, Bandung : Pustaka setia. 2001.

Karim, helmi. Fiqih muamalah. Ed. 1. Cet 2. Jakarta : PT Raja grafindo. 1997.

Suhendi, Hedi.Fiqih muamalat. Jakarta: PT. Rajagrafindo persada.2002.

Rozalinda, Fikih Muamalah dan Aplikasinya, Padang : Hayfa Press, 2005.

























[1] Muhammad AS Syarbini, mughni al muhtaj, juz II. Hlm. 263
[2] Syamsuddin Asy Sharkashi, al mabsuth, juz XI. Hlm 133.

No comments :