Thursday 8 May 2014

Penggolongan Hukum



Secara umum, hukum adalah sebagai das sollensein atau das seinsollen, ia adalh himpunan kaidah, berisi keharusan atau larangan tentang tingkah laku manusia , kaidah-kaidah mana memang dianut dalam samyarakat. Pelanggaran atau kelalaian atas kaidah-kaidah tersebut dikenakan sangsi, yang apabila perlu dapat dipaksakan oleh penguasa. Hukum dapat diibaratkan sebagai mobil, terhadap mana dapat dibuat pengolongan menurut ukuran-ukuran tertentu seperti mereknya, bentuknya, tenaga kudanya, dan seterusnya.[1]
Beranjak dari pandangan diatas berikut ini akan dikemukakan penggolongan hukum dilihat dari berbagai criteria :
A.    Hukum berdasarkan sumbernya
B.     Hukum berdaasarkan bentuknya
C.     Hukum berdaasarkan isinya
D.    Hukum berdasarkan tempat berlakunya
E.     Hukum berdasarkan masa berlakunya
F.      Hukum berdasarkan cara mempertahankannya
G.    Hukum berdasarkan sifatnya
H.    Hukum berdasrkan wujudnya

a)      Penggolongan hukum berdasarkan sumbernya
Menurut sumber formalnya hukum dapat terbagi atas lima, yaitu :
a.       Hukum undang-undang, yaitu hukum yang tercantum didalam peraturan perundang-undangan
b.      Hukum adat dan hukum kebiasaan, yaitu hukum yang diambil dari peraturan-peratueran adat dan kebiasaan
c.       Hukum yurixsprudensi yaitu hukum yang terbentuk dari putusan pengadilan
d.      Hukum traktat, yaitu hukum yang ditetapkan oleh Negara peserta perjanjian internasional
e.       Hukum doktrin, yaitu hukum yang bersal dari pendapat para ahli hukum terkenal

b)      Pengolongan huikum berdasarkan bentuknya
Menurut bentuknya hukum terbagi atas dua :
a.       Hukum tertulis (statute law, written law, scriptun), yaitu hukum yang dicantumkan dalam berbagai peraturan perundang-undangan.
b.      Hukum tidak tertulis (un-statutery, un-written law, non-scriptum), yaitu hukum yang masih sidup didalam keyakinan dan kenyataan didalam masyarakat, dan dianut dan ditaati oleh masyarakat yang Bersangkutan, misalnya hukm kebiasaan dan hukum adat.

Hukum tertulis terbagi lagi atas hukum tertulis yang dikondifikasikan dan yang tidak dikondoikasikan. Yang dimaksud kondifikasi (codificatie) menurut fockema andreae adalah penyusunan dan penenetapan perundang-undangan dalm kitab secara sistematis bagi bagian-bagian bidang hukiu yang agak luas, jga hasil dari pnyusunan tersebut, keseluruhan dalam undang-undang. Atau secra sederhana dapat kita katakana bahwa kondifikasi, adalh pengumpulan hukum sejenis, yang tersusun secara lengkap dan sistematis dalam kitab sebuah kitab undang-undang.
Adapun bentuk hukum yang dikondifikassikan, contoh adalah:

Pertama : corpus luris civilis, yaitu kumpulan karya hhukum yang disusun atas perintah kaisar romawi timur, justinianus (482-565). Kitab ini terdiri atas empat bagian : istitutiones (533), digesta dan pandectae (533), codices atau codex, dan novella (534)
Kedua     : code civil yang diusahakan atas perintah kaisar prancis, napoleon bounaparte (1604)
 Ketiga  : kitab undang-undang hukum perdata (burgerlijk wetboek) yang berlaku di Indonesia mulai 1 mei 1884
Keempat : kitab undang-undang hukum dagang (wetboek van koophandel) yang berlaku diindonesia mulai 1 januari 1918.
Kelima   : kitab undang-undang hukum pidana (wetboek van strafrecht) yang berlaku diindonesia mulai 1 januari 1918.
Keenam : kitab undang-undang hukum acara pidana (undang-undang republic Indonesia nomer 8 tahun 1981) yang mulai berlaku 31 desember 1981.
Sedangkan hukum tertulis yang tidak dikondifikasikan contohnya : undang-undang, peraturan pemerintah, keputusan presiden, dan lain sebagainya.
Yang ,menarik dari golongan hukum tertulis ini, yaitu adanya hukum tertulis yang ter,asuk kedalam katagori kondifikasi dan unifikasi, namun ada juga hukum yang dikondifikasikan belum diunifikasi, dan ada juga hukum yang sudah diunifikasi tapi belum dikondifikasi. Unufikasi adalah penseragaman dan pemberlakuan hukum bagi seluruh warga Negara.
Hukum yang sudah dikondifikasi dan diunifikasi, contohnya kitab undang-undang hukum pidana. Hukum yang sudah dikondifikasi tetapi belum diunifikasi, contohnya kitab undang-undang hukum perdata. Sedangkan hukum yang diunifikasi tetapi belum dikondifikasi, contohnya undang-undang nomor 1 tahun1974 tentang perkawinan, ondang-undang 5 tahun 1960 tentang undang-undang pokok agraria, dan lain sebagainya.
Dalam uraian diatas, disamping hukum tertulis ada juga hukum tudak tertulis. Namun dalam bagian hukum adat yang sebagian besar isinya tidak tertulis, ada bagian kecil yang isinya tertulis. Contohnya dapat dikemukakan :
a.       Bermacam-macam piagam raja atau surat pengesahan raja atau kepala adat.
b.      Kitab hukum (rechtsboeken), misalnya kitab hukum yang dibuat oleh kasunanan mangkunegaran dan pakualaman seperti angger aru biru (1782), nawolo pradoto (1771, 1818), peraturan bekel (1884), di daerah batak seperti ruhut parsaoran ni habatahon dan patik dohot uhun ni halak batak. Kitab hukum laut orang wajo, undang-undang Banjarmasin. Dikutai, baraja nanti. Dijambi, undang-undang jambi.
c.       Peraturan persekutuan hukum adat yang dituliskan, seperti peranatan desa, agama desa, awig-awig (peraturan subak dipulau bali).[2]
c)      Penggolongan hukum berdasarkan isinya
Berdasarkan isi atau kekuatan yang diaturnya, hukum digolo0ngkan mmenjadi dua, yaitu :
a.       Hukum privat, adalah hukum yang mengatur kepentingan pribadi. Misalnya hukum perdata, hukum dagang.
b.      Hukum public, adalah hukum yang mengatur kepentingan umum atau kepentingan public. Misalnya hukum tata Negara, hukum pidana, hukum acara pidana, dan sebagainya.
Apabila kita kaji, ternyata ada perbedaan antara hukum privat dan hukum publick, yaitu :
HUKUM PRIVAT
HUKUM PUBLIK
a.       Mengutamakan kepentingan individu
b.      Mengatur hak ikhwal yang bersifat khusus.
c.       Dipertahankan oleh individu,
d.      Asas damai diutamakan, hakim mengupayakannya.
e.       Setiap saat gugatan penggugat dapat ditarik kembali penggugatan.
f.       Sanksinya berbentuk perdata.
a.       Mengutamakan kepentingan umum.
b.      Mengatur hal ikhwal yang bersifat umum.
c.       Dipertahankan oleh negaran melalui jaksa.
d.      Tidak mengenal asas pperdamaian.
e.       Tidak dapat dicabut kembali, kecuali kedalam perkara aduan.
f.       Sanksinya umum.

Sedangkan persamaannya dalah sebagai berikut :
a.       Keduanya merupakan noema hukum yang mengatur kehidupan manusia.
b.      Keduanya mempunyai sanksi hukum yang dapat dikenakan penggunanya.
c.       Keduanya tetep tunduk pada pengecualian apabila dalam keadaan terpaksa.
Adanya perbedaan antgara hukum pub;ik dan hukum prifat bukanlah perbedaan yang prinsip, melainkan dilihat dari sifatnya itu sendiri. Hukum public a priori memaksa, sedangkan hukum privat tidak, walaupun pada akhirnya memaksa juga.
d)     Penggolongan hukum berdasarkan tempat berlakunya
Mengenai tempat berlakunya, hukum terbagi atas :
a.       Hukum nasional, yaitu hukum yang berlaku disuatu Negara.
b.      Hukum internasional, yaitu hukum yang mengatur hubungan hukum dalam dunia internasional.
c.       Hukum asing, yaitu hukum yang berlaku dalam Negara lain.
d.      Hukum gereja, yaitu kaidah yang ditetapkan gereja untuk para anggotanya.
Mengenai berlakunya hukum ini, hans kelsen mengajarkan ajaran lingkungan kuasa kaidah yang meliputin empat macam lingkungan yaitu :
a.       Waktu berlakunya, mulai dan berakhir (temporal sphere, sphere of time, tijdsgebied).
b.      Daerah berlakunya (terriotorial sphere, sphere of space, ruimtegebied, grondgebied).
c.       Terhadap siapa berlakunya (personal sphere, personen gebied).
d.      Soal-soal apa yang diaturnya (material sphere, zakengebied).
Dengan demikian ada enmpat pertanyaan kapan belakunya, terhadap siapa berlakunya, dan materi apa yang diaturnya.
e)      PENGGOLONGAN HUKUM BERDASARKAN MASA BERLAKUNYA
Berdasarkan criteria masa berlakunya, hukum dapat digolongkan kedalam :
a.       Hukum positif (ius constitutum), yaitu hukum yang berlaku saat ini, pada masyarakat tertentu, dan wilayah tertentu. Hukum positif, biasa juga disebut tata hukum. Contoh dari hukum positif, misalnya nhukum pidana berdasarkan KUHP sekarang, nemun yang menarik adalah pertanyaan, tepatkah member istilah hukum positif ?
b.      Hukum yang dicita-citakan, diharapkan, atau direncanakan akan berlaku pada masa yang akan datang (ius costituendum), contoh dari hukum yang dicita-citakan, misalnya hukum pidana nasional yang sampai sekarang masih terus disusun.
c.       Hukum universal, hukum asal, atau hukum alam yaitu hukum yang dianggap berlaku tanpa mengenal batas ruang dan waktu. Berlaku sepanjang masa, dimanapun, dan terhadap siapapun.
Biasanya, ketuga hukum diatas disebut hukum duniawi.
f)       PENGGOLONGSN HUKUM BERDASARKAN CARA MEMPERTAHANKANNYA
Berdasarkan criteria ini, atau juga disebut golingan hukum berdasrkan fungsinya, hukum dapat dibagi menjadi :
a.       Huku  materil (yang baku adalah istilah materil, namun mengingat konostasinya sering sering diidentikkan dengan bahan bangunan, maka sebaiknya digunakan istilah materil saja), yaitu hukum yang mengatur tentang isi hubungan antara sesama anggota masyarakat, antara anggota masyarakat dengan masyarakat, antara anggota masyarakat dengan masyarakat, antara anggota masyarakat dengan penguasa Negara, antar masyarakat dengan penguasa. Didalam hukum materil ini ditetapkan mana sikap tindak yang diharuskan (mogen), termasuk akibat dilarang (verbod), dan mana yang dibolehkan (mogen), termasuk akibat hukum dan sanksi hukum terhadap pelanggarnya. Denga demikian hukum materil menimbulkan hak dan kewajiban. Contoh dari hukum materil, misalnya ketentuan-ketentuan hukum yang ada didalam : KUH Pidana, KUH Perdata, UU No. 1 tahun 1974 tentang perkawinan dan lain sebagainya.
b.      Hukum formal, yaitu hukum yang mengatur bagaimana cara pengguasa mempertahankan dan menegakkan serta melaksanakan kaidah-kaidah hukum materil, dan bagaimanakah cara menuntutnya apabila hak seseorang telah dilaggar oleh orang lain. Biasanya hukum formal disebit juga hukum acara yang meliputi Hukum Acara Pidana (KUHAP), Hukum Acara Perdata (HIR/RIB), dan Hukum Acara Peradilan Taa Usaha Negara (HAPTUN).
g)      PENGGOLONGAN HUKUM BERDASARKAN SIFATNYA
Biasanya golongan hukum berdasarkan sifatnya selalu diikuti dengan kekuatan berlaku atau kekuatan saksinya. Yang termasuk dalamkriteria ini :
a.       Kaidah hukum memaksa (compulsari law, dwingendrecht, imperative),  yaitu kaidah hukum yang dalam keadaan hukum yang dalam keadaan apapun harus ditaati dan bersifat mutlak daya ikatnya. Ini berarti bahwa kaidah hukum yang memaksa ini berisi ketentuan hukum yang dalam situasi apapun tidak dapat dikesampingkan melalui perjanjian para pihak. Contohnya pasal 340 KUH Pidana ynag menetapkan :
barang siapa dengan sengaja dan direncanakan terlebih dahulu menghilangkan jiwa orang lain, dihukum, Karena pembunuhan direncanakan (moord), dengan hukuman mati atau penjara seumur hidup atau penjara sementara selama-lamanya suapuluh tahun”.
Contoh ketentuan diatas berlaku bagi siapapun, tanpa kecuali, dan seseorang tidak dapat membuat perjanjian khusus yang isinya bertetentangan dengan isi peraturan tersebut.
b.      Kaidah hukum yang mengatur atau melengkapi (fakultatif, aanvullendrecht, regelenrecht), yaitu kaidah hukum yang dpat dikesampingkan oleh para pihak dengan jalan membuat ketentuan khusus dalam suatu perjanjian yang mereka adakan. Kaidah hukum semacam ini baru akan berlaku, apabila para pihak tidak menetapkan aturan tersendiri didalam perjanjian yang mereka adakan. Ketentuan ini dapat kita lihat dalam pasal 1152 KUH Perdata :
hak gadai atas bendabenda bergerak dan atas piutang bahwa diletakkan dengan membawa barang gadainya dibawa kekuatan sipiutang atau pihak ketiga, tentang siapa telah disetujui oleh kedua belah pihak”.
Akan tetapi realitas menunjukkan, bahwa sering pemberi gadai tetap menguasainya. Misalnya menggadaikan mobil.
h)      PENGGOLONGAN HUKUM BERDASARKAN WUJUDNYA
Berdasarkan criteria ini hukum dapat terbagi kedalam dua bagian :
a.       Hukum obyektif, yaitu kaidah hukum dalam suatu Negara yang berlaku umum dan tudak bermaksudkan untuk mengatur sikap tindak orang  tertentu saja.
b.      Hukum subyektif, yaitu hukum yang timbul dari hukum obyektif dan berlaku terhadap seorang tertentu atau lebih. Hukum subyektif ada juga yang menyebut sebagai hak, dan ada juga yang menggartikan sebagai hak dan kewajiban.
Jadi pengertian hukum obyektif yang tidak sama dengan hukum subyektif, walaupun keduanya tidak dapat dipisahkan satu sama lainya. Artinya, dalam suatu peristiwa hukum, hubungan hukum, atau perbuatan hukum, hamper selalu terlihat adanya hal sebagai berikut :
a.       Hukum obyektif sebai kaidah yang bersifat dan berlaku umum.
b.      Hukum subyektif dalam wujud hak dan kewajiban yang terbit bagi seorang tertentu atau lebih yang terlibat dalam suatu peristiwa hukum, perbuatan hukum, dan hubungan hukum yang memang telah diatur oleh hukum obyektif.[3]
Pembagian hukum berdasarkan golongan ini menurut C.T.S. kansil sudah jarang digunakan orang.


[1] Achmad sanusi, op cit. hal 98
[2] E. Utrecht, op cit, hal. 114
[3] C.T.S Kansil, Op cit, hal. 73.