BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Manusia merupakan makhluk ciptaan Allah yang
sempurna. Selain di ciptakan sebagai hablumminallah juga sebagai hablumminannas yaitu sebagai makhluk sosial, manusia tidak
dapat hidup sendiri tanpa bantuan orang lain.
Setiap aktivitas
yang dilakukan tentu melibatkan orang lain, dalam hal ini Allah swt membuat
peraturan-peraturan yang harus di ikuti dan di taati dalam hidup bermasyarakat
untuk menjaga kepentingan manusia, Allah mengatur hubungan manusia dengan
manusia dalam usahanya untuk mendapatkan alat-alat keperluan jasmaninya dengan
cara yang paling baik.
Agama menganjurkan kepada umat muslim untuk
saling menolong saudaranya, misalnya dalam hal bermuamalah yaitu dengan
memberikan pinjaman kepada saudaranya yang membutuhkan, yang mana pinjam
meminjam tersebut adalah objek pembahasan makalah ini, sehingga dapat dipahami
hakikat disyariatkannya pinjam meminjam atau ‘ariyah.
B. Rumusan masalah
1. Apa itu fiqih ‘Ariyah ?
2. Apa landasan hukum dan fatwa tentang ‘Ariyah ?
3. Bagaimana implementasi‘Ariyah dalam perbankan?
4. Apa filsafah dari ‘Ariyah?
C. Tujuan pembahasan
1. Untuk menjelaskan tentang fiqih‘Ariyah
2. Untuk menjelaskan landasan hukum dan fatwa tentang ‘Ariyah
3. Untuk menjelaskan implementasi ‘Ariyah dalam perbankan
4. Untuk menjelasakan filsafah ‘Ariyah
D. Sistematika Penulisan
Bab 1 pendahuluan
a.
Latar belakang
b.
Rumusan masalah
c.
Tujuan pembahasan
Bab 2 pembahasan
Bab 3 kesimpulan dan saran
BAB 2
PEMBAHASAN
2.1 Fiqih ‘ariyah
a. pengertian ariyah
Menurut etimologi ‘Ariyah( اﻟﻌﺎﺭﻴﺔ )diambil dari kata ﻋﺎﺭ
yang berarti datang dan pergi.
Menurut terminologi syara’ ulama fiqih berbeda
pendapat dalam mendefinisikannya, antara lain :
1. Menurut Syarkhasyi dan ulama Malikiyah[1] : ﺗﻣﻟﻴﻚﺍﻟﻤﻨﻔﻌﺔﺑﻐﻳﺭﻋﻮﺽ
“Pemilikan atas manfaat (suatu benda) tanpa pengganti”
2. Menurut ulama Syafi’iyah dan Hambaliyah[2] : ﺍﺒﺎﻋﺔﺍﻟﻤﻨﻔﻌﺔﺒﻼﻋﻮﺿﺎ
“Pembolehan (untuk mengambil) manfaat tanpa
mengganti”
Jadi dapat disimpulkan bahwa ‘Ariyah adalah
perbuatan pembolehan memanfaatkan barang milik oleh seseorang kepada orang lain
pada waktu tertentu tanpa ada imbalan.
b. Rukun dan syarat ‘ariyah
Menurut Hanafiyah, Rukun ‘ariyah hanya satu, yaitu ijab dan qabul, tidak wajib
diucapkan tetapi cukup dengan menyerahkan pemilik kepada peminjam barang yang
dipinjam dan boleh hukum ijab qabul dengan ucapan.
Menurut Syafiiyah, Rukun Ariyah adalah sebagai
berikut:
1. Kalimat meminjamkan (lafazh), seperti seseorang berkata, “saya pinjamkan
benda ini kepadamu” dan yang menerima berkata “ saya mengaku miminjam benda
kepadamu.”
Syarat bendanya adalah sama dengan syarat benda-benda dalam jual beli.
2. Mu’ir yaitu orang yang meminjamkan dan Mus’tair yaitu orang yang menerima
pinjaman.
Syarat bagi mu’ir adalah pemilik yang berhak menyerahkannya, sedangkan
syarat-syarat bagi mus’tair adalah:
·
baligh
·
berakal
·
orang tersebut tidak dimahjur(dibawah curatelle) atau orang
yang berada dibawah perlindungan, seperti pemboros.
3. Benda yang di pinjamkan.
Pada rukun ketiga ini disyaratkan dua
hal, yaitu:
·
Materi yang dipinjamkan dapat dimanfaatkan, maka tidak
sah ariyah yang materinya tidak dapat digunakan, seperti meminjam karung yang
sudah hancur sehingga tidak dapat digunakan untuk menyimpan padi.
·
Pemanfaatan itu dibolehkan, maka batal ariyah yang
pengambilan manfaat materinya dibatalkan oleh syara’, seperti meminjam
benda-benda najis.
Ø Tanggung Jawab Peminjam
Bila peminjam telah memegang barang-barang
pinjaman, kemudian barang tersebut rusak, ia berkewajiban menjaminnya, baik
arena pemakaian yang berlebihan maupun karena yang lainnya. Demonian menurut
Idn Abbas, Aisyah, Abu Hurairah, Syai’I dan Ishaq dalam hadis yang diriwayatkan
oleh Samurah, Rasulallah Saw. Bersabda:
“Pemegang kewajiban menjaga apa yang ia
terima, hingga ia mengambilkannya”.
Sementara para pengikut hanafiyah dan Malik
berpendapat bahwa, pemin jam tidak berkewajiban menjamin barang pinjamannya,
kecuali karena tindakan yang berlebihan, karena Rasulallah Saw. Bersabda:
“Pinjaman yang tidak berkhianat tidak
berkewajiban mengganti kerusakan”
(Dikeluarkan ai-Daruquthin)
Ø Tatakrama meminjam atau berutang
Ada beberapa hal yang dijadikan penekanan
dalam pinjam-meminjam atau utang-piutang tentang nilai-nilia sopan-santun yang
terkait di dalamnya, ialah sebagai berikut:
a. Sesuai dengan QS. Al-Baqarah: 282,
utang-piutang supaya dikuatkan dengan tulisan dari pihak berutang dengan
disaksikan dua orang saksi laki-laki dengan dua orang saksi wanita. Untuk
dewasa ini tulisan tresebut dibuat diatas kertas bersegel atau bermaterai.
b. Pinjaman hendaknya dilakukan atas dasar
adanya kebutuhan yang mendesak disertai niat dalam hati akan
membayarnya/mengembalikannya.
c. Pihak berpiutang hendaknya berniat
memberikan pertolongan kepada pihak berutang. Bila yang meminjam tidak mampu
mengembelikan, maka yang berpiutang hedaknya membalaskannya.
d. Pihak yang berutang bila sudah mampu
membayar pinjaman, hendaknya dipercepat pembayaran utangnya karena lalai dalam
pembayaran pinjaman berari berbuat zalim.
2.2 Dasar hukum dan fatwa tentang ‘Ariyah
a. Dasar hukum
1. Al-
Qur’an surat Al maidah ayat 2
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا لَا تُحِلُّوا شَعَائِرَ اللَّهِ وَلَا الشَّهْرَ
الْحَرَامَ وَلَا الْهَدْيَ وَلَا الْقَلَائِدَ وَلَا ءَامِّينَ الْبَيْتَ الْحَرَامَ
يَبْتَغُونَ فَضْلًا مِنْ رَبِّهِمْ وَرِضْوَانًا وَإِذَا حَلَلْتُمْ فَاصْطَادُواوَلَا
يَجْرِمَنَّكُمْ شَنَآنُ قَوْمٍ أَنْ صَدُّوكُمْ عَنِ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ أَنْ
تَعْتَدُوا وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَى وَلَا تَعَاوَنُوا عَلَى الْإِثْمِ
وَالْعُدْوَانِ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ
Artinya : Hai orang-orang yang beriman,
janganlah kamu melanggar syi’ar-syi’ar Allah, dan jangan melanggar kehormatan
bulan-bulan haram, jangan (mengganggu) binatang-binatang had-ya, dan
binatang-binatang qalaa-id, dan jangan (pula) mengganggu orang-orang yang mengunjungi
Baitullah sedang mereka mencari kurnia dan keredhaan dari Tuhannya dan apabila
kamu telah menyelesaikan ibadah haji, maka bolehlah berburu. Dan janganlah
sekali-kali kebencian(mu) kepada sesuatu kaum karena mereka menghalang-halangi
kamu dari Masjidilharam, mendorongmu berbuat aniaya (kepada mereka). Dan
tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan
tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada
Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya.
Dalam ayat ini, terdapat firman-Nya yang
berarti “ Dan tolong menolonglah kamu dalam kebajikan dan ketakwaan, jangan
tolong menolong dalam dosa dan pelanggaran”. Ini adalah merupakan prinsip dasar
dalam menjalin kerjasama dengan siapapun, selama tujuannya adalah kebajikan dan
ketakwaan.
Firman Allah ini merupakan dasar hukum ‘Ariyah
(pinjam meminjam) karena dapat saling tolong menolong sesama manusia selama
berada dalam kebajikan. Bila diperhatikan ayat kedua surat Al Maidah ini,
secara nyata disana disebutkan bahwa perbuatan tolong menolong tidak mutlak
berlaku atas semua perbuatan. Secara jelas ayat tersebut mengungkapkan bahwa
dalam lapangan perbuatan yang bersifat tercela, tolong menolong itu malah
dilarang.
2. As
Sunnah
Dalam
hadits Bukhari dan Muslim dari Anas, dinyatakan bahwa Rasulullah SAW telah
meminjam kuda dari Abu Thalhah, kemudian beliau mengendarainya. Dalam hadits
lain yang diriwayatkan oleh Abu dawud dengan sanad yang jayyid dari Shafyan Ibn Umayyah,
dinyatakan bahwa Rasulullah SAW. Pernah meminjam perisai dari Shafwan bin
Umayyah pada waktu perang Hunain. Shafwan bertanya , “Apakah engkau merampasnya
ya Muhammad?” Nabi menjawab “ Cuma meminjam dan aku bertanggung jawab”.
3. Ulama kontemporer
Menurut
Sayyid Sabiq, tolong menolong (‘Ariyah) adalah sunnah. Sedangkan menurut
al-Ruyani, sebagaimana dikutip oleh Taqiy al-Din, bahwa ariyah hukumnya wajib
ketika awal islam. Adapun landasan hukumnya dari nash Alquran surah al Maidah :
2.
Ø Hukum ketetapan ‘Ariyah
1. Secara Hakikat
- Menurut ulama Malikiyah : barang yang
dipinjam boleh dipinjamkan kepada orang lain tanpa izin pemiliknya asalkan
digunakan sesuai fungsinya (‘ariyah mutlak)
- Ulama Hanafiyah membolehkan karena yang
memberikan pinjaman telah memberikan hak penuh kepada peminjam untuk mengambil
manfaat barang, tetapi jika mu’ir meminta kembali barang tersebut harus
dikembalikan segera (mutlak)
- Ulama Syafi’iyah dan Hambaliyah barang
pinjaman tidak boleh dipinjamkan lagi karena ‘ariyah itu hanya sebatas
pengambilan manfaat (‘ariyah muqoyyad) dibatasi waktu dan pemanfaatannya,
ukuran berat dan jenisnya.
2. Secara Majuzi
‘Ariyah secara majuzi yaitu pinjam meminjam
benda-benda yang berkaitan dengan takaran, timbangan, hitungan dan lain-lain.
‘Ariyah ini harus diganti dengan benda yang serupa atau senilai karena tidak
mungkin dapat dimanfaatkan tanpa merusaknya.
b. fatwa tentang ‘Ariyah
Dalam perbankan syariah pinjam- meminjam
menggunakan akad Qardh. Sehingga fatwa MUI tidak mengatur tentang ‘ariyah namun
mengatur pinjam meminjam dengan akad Qardh. Adapun fatwa tentang al Qardh yaitu
No: 19/DSN-MUI/IV/2001 Tentang AL-QARDH.
Ditentukan bahwa Al-Qardh adalah pinjaman yang diberikan kepada
nasabah (muqtaridh) yang memerlukan.
2.3 Implementasi ‘Ariyah dalam perbankan
Pinjam meminjam dalam perbankan syariah
menggunakan akad qardh, qardh ada 2 macam :
- 1. Qardh – Al Hasan, yaitu meminjamkan sesuatu kepada orang lain, dimana pihak yang dipinjami sebenarnya tidak ada kewajiban mengembalikan. Melalui Qardh Al hasan maka dapat membantu sekali orang yang berutang di jalan Allah untuk mengembalikan utangnya kepada orang lain tanpa adanya kewajiban baginya untuk mengembalikan utang tersebut kepada pihak yang meminjami. Keberadaan akad ini merupakan karakteristik dari kegiatan usaha perbankan syariah yang berdasarkan pada prinsip tolong menolong.
- Al Qardh yaitu meminjamkan sesuatu kepada orang lain dengan kewajiban mengembalikan pokoknya kepada pihak yang meminjami.
Pada Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/46/PBI/2005
Tentang Qardh diartikan sebagai pinjam meminjam dana tanpa
imbalan dengan kewajiban pihak peminjam mengembalikan pokok pinjaman secara
sekaligus atau cicilan dalam waktu tertentu
2.4 Filsafah ‘Ariyah
Hikmah pinjam-meminjam adalah :
a. Bersatunya jiwa dan lembutnya hati orang yang
meminjamkan.
b. Tercipta kasih sayang diantara sesama
c. Janji pahala dari Allah
Apabila ada seseorang yang
datang pada kita mengharapkan bantuan kita misalnya karena membutuhkan sesuatu
untuk mencukupi kebutuhannya, maka selayaknyalah kita membantunya misalnya
dengan memberi pinjaman kepada orang tersebut, adalah sebuah kebahagiaan ketika
kita dapat bermanfaat bagi orang lain, dapat meringankan beban orang lain,
seperti kita ketahui bahwa roda kehidupan berputar, mungkin saat ini kita hidup
dalam kecukupan namun ada kalanya suatu saat kita dalam kesulitan dan
membutuhkan bantuan orang lain. Jika kita senantiasa membantu orang yang datang
pada kita untuk meminta bantuan maka suatu saat jika kita butuh baantuan maka
orang lain juga akan mendatangi kita untuk memberi bantuan.
Allah telah menakut-nakuti orang yang enggan menolong
dengan barang berguna berupa ancaman neraka Wail dan siksaan yang pedih. Allah
swt. Berfirman dalam QS., al-Ma’un 4-7,
Maka celakalah bagi orang-orarg yang shalat. (Yaitu)
orang-orang yang lalai dari shalatnya. Orang-orang yang berbuat riya. Dan
enggan (menolong dengan) barang berguna.
Mayoritas ulama tafsir berpendapat bahwa yang dimaksud
dengan barang-barang berguna adalah sesuatu yang seharusnya tidak dicegah untuk
memberikannya menurut kebiasaan.
BAB 3
Kesimpulan
‘Ariyah adalah perbuatan pembolehan
memanfaatkan barang milik oleh seseorang kepada orang lain pada waktu tertentu
tanpa ada imbalan.
Fatwa tentang pinjam meminjam disebutkan pada
akad qardh yaitu No:
19/DSN-MUI/IV/2001 Tentang AL-QARDH.
Pada transaksi pinjam meminjam bukan termasuk sebagai usaha pengembangan
modal, akan tetapi hubungan bisnis dalam ajaran Islam tidak hanya didasari
kepentingan semata, tetapi juga di dasari atas tolong menolong. Terkadang dalan
bisnis tidak selalu untung bahkan merugi sehingga tidak menutup kemungkinan
untuk berhutang untuk menutup kerugian tersebut.
‘Ariyah di sunnahkan berdasarkan QS. Al maidah
: 2
Hikmah ‘Ariyah :
a. Bersatunya jiwa dan lembutnya hati orang yang
meminjamkan.
b. Tercipta kasih sayang diantara sesama
c. Janji pahala dari Allah
Apabila sesorang membantu orang lain yang
kesulitan maka suatu saat orang lain juga akan membantunya jika ia dalam
kesulitan.
Saran
Pinjam meminjam
merupakan akad yang menitikberatkan pada sikap tolong menolong atau ta’awun dan
dengan demikian maka balasannya akan berupa pahala dari Allah Swt. Oleh karena itu sebagai makhluk sosial saling tolong menolonglah dalam
kebaikan, salah satu caranya adalah dengan memberiakan pinjaman pada orang lain
yang membutuhkan.
Daftar pustaka
Syafi’e Rahmat, fiqih mumalah, Bandung : Pustaka
setia. 2001.
Karim, helmi. Fiqih muamalah. Ed. 1. Cet 2.
Jakarta : PT Raja grafindo. 1997.
Suhendi, Hedi.Fiqih muamalat. Jakarta: PT.
Rajagrafindo persada.2002.
Rozalinda, Fikih Muamalah dan Aplikasinya, Padang
: Hayfa Press, 2005.
No comments :
Post a Comment