Tuesday 23 April 2013

FALSAFA SYIRKA SANAIQ


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar belakang
Persoalan Muamalah adalah persoalan yang sedikit sekali di kaji secara serius, karena selama ini ada anggapan bahwa persoalan Muamalah adalah persoalan duniawiyah yang sama sekali tidak terkait dengan nilai-nilai ketuhanan. Anggapan seperti ini tentu saja tidaklah benar, karena sebagai seorang muslim, apapun aktifitas yang dilakukan sehari-hari harus terkait dengan nilai ketuhanan. Misalnya saja dalam transaksi jual beli, jasa dan hubungan bisnis lainnya. Seorang muslim harus melaksanakan sesuai dengan tuntutan yang telah di syariatkan Allah dan rasulnya.[1]
Hukum Islam adalah produk penyelidikan kritis, dari sudut pandang agama merupakan pokok bahasan yang sah, hukum Islam pun tidak pernah ditopang oleh satu kekuatan yang di organisir, akibatnya tidak pernah berkembang menjadi satu usaha nyata untuk mendapatkan kekuatan.[2]
Dalam hukum Islam kita mengenal suatu sistem yang disebut dengan Syirkah. Syirkah ini dapat berbentuk bermacam-macam. Semisal beberapa orang bersekutu untuk memiliki suatu benda, ada juga beberapa orang yang bersekutu untuk mengadakan perjanjian laba rugi atas modal bersama. Beberapa orang yang bersekutu mengadakan perjanjian dengan orang lain dengan ketentuan upahnya di bagi diantara para anggota.
Pemikiran Imam Abu Hanifah tentang syirkah dapat digambarkan bahwa Syirkah berarti Ikhtilath atau percampuran, yaitu akad antara orang yang berserikat dalam hal modal dan keuntungan.[3] Ulama’ Hanafiyah menyatakan mengenai rukun syirkah hanya ada dua, yaitu Ijab dan Qabul. Karena menurutnya, Ijab dan Qabul atau Akad adalah sesuatu yang menentukan adanya syirkah. Imam Abu Hanifah memegang kuat Ar-Ray’ sesuai dengan tabiat kehidupan dan kemasyaratan di Iraq. Ijtihad Imam Abu Hanifah nampak terang pada masalah-masalah yang tidak ada pada Nash Al-Qur’an dan Hadits, dan tidak ada pula pada pendapat para sahabat. Imam Abu Hanifah melebarkan daerah Isthimbath dan mengeluarkan hukum-hukum cabang dari pada pokok-pokok hukum.[4]
Imam Abu Hanifah dalam Ijtihadnya sangat berpegang teguh pada sumber hukum pokok, dalam Hadits beliau hanya berpedoman pada hadits-hadits yang benar-benar Sahih Mu’tamad. Pada waktu itu Imam Abu Hanifah adalah seorang pedagang di kota Kufah yang ketika itu merupakan pusat aktifitas perdagangan dan perekonomian yang sedang maju dan berkembang. Pengalaman dan pengetahuan yang didapat langsung oleh Imam Abu Hanifah sangat membantunya dalam mengatasi masalah yang timbul dan dalam menetapkan sebuah kebijakan juga dalam perekonomian.
Dengan konsep dasar yang dari Imam Abu Hanifah yang secara tegas telah membolehkan segala macam bentuk syirkah, sehingga merupakan suatu konsekuensi logis yang memerlukan perhatian tersendiri.
Sedangkan pemikiran Imam Syafi’i tentang Syirkah adalah perjanjian anatara dua orang lebih untuk bekerja sama dalam perdagangan, dengan cara menyerahkan modal masing-masing yang keuntungan dan kerugiannya diperhitungkan menurut besar kecilnya modal masing-masing. Mengenai syarat dalam syirkah yaitu Ijab, Qabul, harus ada barang ( obyeknya ). Banyak perbedaan dengan konsep yang di berikan oleh Imam Abu Hanifah tentang syirkah.








B.     Rumusan Masalah
1.      Fiqh Syirkah Syana’iq
2.      Fatwa / KHES Syirkah Syana’iq
3.      Implementasi Syirkah Syana’iq dalam Perbankan
4.      Filsafah Syirkah Syana’iq
5.      Analisis Syirkah Syana’iq

C.    Tujuan Pembahasan
1.      Untuk mengetahui Fiqh Syirkah Syana’iq.
2.      Untuk mengetahui Fatwa / KHES Syirkah Syana’iq.
3.      Untuk mengetahui Implementasi Syirkah Syana’iq dalam Perbankan.
4.      Untuk mengetahui Filsafah Syirkah Syana’iq.
5.      Untuk mengetahui penerapan Syirkah Syana’iq di dunia nyata.

D.    Sistematika Pembahasan
Adapun sistematika penulisan makalah ini diantaranya yaitu:
1.      Bab I yaitu tentang Pendahuluan penulisan makalah ini, yang terdiri dari : latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan masalah, dan sitematika penulisan.
2.      Bab II yaitu tentang Pembahasan makalah ini, yang terdiri dari : Fiqh Syirkah Syana’iq, Fatwa / KHES Syirkah Syana’iq, Implementasi Syirkah Syana’iq, Filsafah Syirkah Syana’iq, dan Hikmah Syirkah.
3.      Bab III yaitu sebagai Kesimpulan penulisan makalah ini, yang terdiri dari : Fiqh Syirkah Syana’iq, Fatwa / KHES Syirkah Syana’iq, Implementasi Syirkah Syana’iq, Filsafah Syirkah Syana’iq, dan Hikmah Syirkah.




BAB II
PEMBHASAN
A.    FIQH SYIRKAH SYANA’IQ
1.      PENGERTIAN
Syirkah Syana’iq adalah kerja sama antara dua orang atau lebih dalam usaha yang dilakukan oleh tubuh mereka, yakni masing-masing hanya memberikan konstribusi kerja (‘amal), tanpa konstribusi modal (mâl), seperti kerja sama sesama dokter di klinik, atau sesama arsitek untuk menggarap sebuah proyek, atau kerja sama dua orang penjahit untuk menerima order pembuatan seragam sekolah.
Contohnya: A dan B. keduanya adalah nelayan, bersepakat melaut bersama untuk mencari ikan. Mereka sepakat pula, jika memperoleh ikan dan dijual, hasilnya akan dibagi dengan ketentuan: A mendapatkan sebesar 60% dan B sebesar 40%.
Kerja sama semacam ini Menurut Mazhab Hanafi boleh saja meskipun pekerjaan berbeda pekerjaan dan tempatnya. Mazhab Hambali membolehkan dalam segala hal. Sedangkan Imam Syafi’i  melarangnya, alasanya bahwa syirkah dagang itu hanya berkaitan dengan harta bukan dengan pekerjaan karena pekerjaan itu tidak bisa di tentukan batas – batasnya, oleh karena itu mereka berpendapat bahwa Syirkah ‘Abdan itu merupakan suatu kesamaran karena kapasitas kerja salah satu pihak tidak bisa di ketahui secara pasti oleh pihak yang lain.[5]
Syirkah abdan (fisik) juga disebut syirkah amal (kerja), syirkah shana’i (para tukang) dan syirkah taqabbul (penerimaan).
Dalam syirkah ini tidak disyaratkan kesamaan profesi atau keahlian, tetapi boleh berbeda profesi. Jadi, boleh saja syirkah ‘abdan terdiri dari beberapa tukang kayu dan tukang besi.[6]. Namun, disyaratkan bahwa pekerjaan yang dilakukan merupakan pekerjaan halal.
Keuntungan yang diperoleh dibagi berdasarkan kesepakatan, nisbahnya boleh sama dan boleh juga tidak sama di antara mitra-mitra usaha (syarîk).
Dalam fiqh mu’amalah, syirkah abdan dan syirkah mufawadhah merupakan bagian dari syirkah ‘uqud . Syirkah ‘uqud adalah kongsi yang mensyaratkan adanya kontrak antara para anggotanya. Keuntungan yang peroleh dari usaha itu akan dibagi berdasarkan kontrak yang telah disepakati sebelum melakukan kegiatan usaha. Syirkah ini tidak bertujuan untuk kepemilikan harta kekayaan (syirkah al-milk).
Jika kita mengikuti definisi yang dikemukaan oleh Syeikh Taqiyuddin An- Nabhani dalam kitab An-Nizham al-Iqtishadi fi Al-Islam, syirkah mufawadhah adalah suatu bentuk perkongsian dua belah pihak yang mnelakukan kegiatan usaha, sedangkan pihak ketiag sebagai pemodal. Sedangkan syirkah abdan adalah suatu bentuk perkonsian dua pihak atau lebih yang masing-masing anggotanya hanya melakukan kegiatan usaha, namun tidak memberikan modal.
2.      RUKUN-RUKUN
Ada tiga rukun yang dimiliki oleh Syirkah Abdan, sebagaimana syirkah jenis lain: Dua transaktor, masing-masing harus memiliki kompetensi beraktivitas. Objek transaksi, yakni usaha dan keuntungan. Pelafalan akad/perjanjian. Yakni indika-tor terhadap adanya keridhaan masing-masing pihak terhadap perjanjian, dengan serah terima.
Demikianlah, telah dijelaskan banyak hukum-hukum tentang rukun-rukun ini ketika kita membahas Syirkatul ‘Inan. Karena kesemuanya adalah hukum-hukum umum, sehingga tidak perlu dibahas ulang dalam kesempatan ini. Kita akan mengulas kembali objek transaksi, karena ada sebagian hukum khusus berkaitan dengan syirkah ini.
Pertama: Usaha.
Para ulama berbeda pendapat tentang ditetapkannya kesa-tuan usaha sebagai syarat sahnya kerja sama ini. Kalangan Hana-fiyah dan Hambaliyah dalam salah satu riwayat pendapat mereka berpendapat bahwa kesatuan usaha itu tidak disyariatkan. Karena tujuan dari syirkah tersebut adalah memperoleh keuntungan. Tak ada bedanya antara keuntungan dari satu jenis usaha atau dari beberapa jenis usaha. Tidak ada alasan sama sekali untuk mene-tapkan kesatuan usaha sebagai syarat sahnya syirkahini.
Berbeda halnya dengan kalangan Malikiyah dan juga kalangan Hambaliyah dalam riwayat lain. Mereka menyatakan disyariatkannya kesatuan usaha sebagai syarat sahnya syirkah ini. Karena konsekuensi syirkah ini adalah bahwa usaha yang diterima oleh masing-masing pihak juga ditekankan kepada yang lain. Kalau usaha yang dilakukan berbeda, hal itu tidak mungkin terjadi. Karena bagaimana mungkin seseorang akan melakukan usaha yang dia sendiri tidak mampu melakukannya atau tidak terampil mengerjakannya.
Dan dalil terakhir ini dibantah bahwa komitmen seseorang atas suatu usaha tertentu tidak mesti dia melakukannya langsung, bisa saja dia mengupah orang, atau ada orang yang membantunya tanpa upah. Dan di antara hal yang memperjelas lemahnya pensyaratan ini adalah bila seandainya salah satu dari keduanya berkata, "Saya menerima saja dan engkau yang bekerja," maka syirkah ini sah padahal kerja masing-masing itu berbeda.
Kedua: Keuntungan.
Keuntungan dalam syirkah ini adalah berdasarkan kesepakatan semua pihak yang beraliansi, dengan cara disamaratakan atau ada pihak yang dilebihkan. Karena usahalah yang berhak mendapatkan keuntungan. Sementara perbedaan usaha dalam syirkah ini dibolehkan. Maka juga dibolehkan juga adanya perbedaan jumlah keuntungan.
Berdasarkan hal ini, kalau mereka pempersyaratkan usaha dibagi dua (1-1) dan keuntungannya (1-2), boleh-boleh saja. Karena modal itu adalah usaha dan keuntungan adalah modal. Usaha bisa dihargai dengan penilaian kualias, sehingga bisa diperkirakan harganya dengan prediksi kualitasnya, dan itu tidak diharamkan.
a.       Asas kerja sama antar sesama mitra usaha dalam syirkah Syana’iq (usaha)
Jaminan atau garansi. Karena setiap usaha yang diterima masing-masing pihak berada dalam jaminan semua pihak. Masing-masing bisa menuntut dan dituntut oleh usahanya sendiri. Karena syirkah ini terlaksana hanya dengan adanya jaminan ini. Tidak ada hal yang berarti yang dapat dijadikan dasar tegaknya perjanjian kerja sama ini selain jaminan. Seolah-olah syirkah ini berisi jaminan masing-masing pihak terhadap yang lain dalam komitmen dan hak yang dimiliki. Kalau mereka bersekutu dalam jaminan, berarti mereka juga harus berserikat dalam keuntungan. Mereka berhak mendapatkan keuntungan sebagaimana mereka memukul jaminan secara bersama.
Oleh sebab itu, kalau salah seorang di antara mereka berusaha sendirian, maka usaha itu menjadi milik keduanya. Dengan catatan, pihak yang tidak berusaha bukan karena menolak mela-kukan usaha. Kalau ia menolak berusaha, maka mitra usahanya berhak membatalkan perjanjian/kerja samanya. Bahkan sebagian kalangan Hambaliyah berpendapat, bahwa ketika salah seorang di antara dua pihak yang bermitra usaha itu tidak melakukan usaha tanpa alasan, maka mitra usahanya berhak untuk mengambil sen-diri keuntungan dari usahanya tersebut. Karena mereka menja-lankan syirkah usaha dengan catatan keduanya melakukan usaha bersamaan. Kalau salah di antara mereka tidak melakukan usaha tanpa alasan, maka berarti dia tidak menunaikan syarat kerja sama antara mereka berdua, sehingga ia tidak berhak menda-patkan keuntungan sebagai imbalannya.
b.      Jaminan dalam Syirkah Usaha
Para anggota syirkah ini memiliki satu tanggung jawab. Setiap usaha yang dilakukan masing-masing, mendapatkan jaminan dari pihak lain. Masing-masing dituntut untuk melakukan usaha. Dan masing-masing juga berhak menuntut mitra usahanya untuk mendapatkan keuntungan. Orang yang membayar upah misalnya, cukup menyerahkan pembayaran kepada salah satu dari kedua pihak tersebut. Kalau uang pembayaran tersebut hangus di tangan salah seorang di antara mereka bukan karena faktor keteledoran, maka menjadi tanggungjawab mereka berdua sehingga menjadi keuntungan mereka yang hilang. Karena masing-masing di antara mereka menjadi wakil atau penjamin bagi pihak lain dalam memegang keuangan atau dalam menuntut keuntungan. Semen-tara sudah jelas bahwa tangan seorang penjamin adalah tangan amanah yang hanya bertanggung jawab bila melakukan keteledoran atau melampaui batas.
c.       Berakhirnya Syirkah Syana’iq (usaha)
Syirkah usaha ini berakhir dengan berakhirnya kerjasama dengan berdasarkan kriterianya secara umum, misalnya dengan pembatalan oleh salah satu transaktor, atau kematian salah satu dari pihak yang bekerja sama, atau karena gila, karena sudah tercekal akibat bangkrut terlilit hutang, karena idiot dan sejenisnya.
Dengan kenyataan itu, maka tidaklah logis apa yang dinyatakan oleh kalangan Malikiyah untuk diterapkan di sini yaitu bahwa dalam usaha dengan sistem penanaman modal, ben-tuk usaha ini berlangsung dengan mulainya usaha. Karena syirkah usaha ini berkaitan erat dengan pribadi para pelaku, sehingga tanpa kehadirannya, tidak bisa dibayangkan bagaimana kerja sama ini bisa berjalan.
3.      DASAR HUKUM
a.       Al-Qur’an dan Hadits
Sebagaimana dijelaskan dalam surat Shaad ayat 24 :[7]
tA$s% ôs)s9 y7yJn=sß ÉA#xsÝ¡Î0 y7ÏGyf÷ètR 4n<Î) ¾ÏmÅ_$yèÏR ( ¨bÎ)ur #ZŽÏVx. z`ÏiB Ïä!$sÜn=èƒø:$# Éóö6us9 öNåkÝÕ÷èt/ 4n?tã CÙ÷èt/ žwÎ) tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä (#qè=ÏJtãur ÏM»ysÎ=»¢Á9$# ×@Î=s%ur $¨B öNèd 3 £`sßur ߊ¼ãr#yŠ $yJ¯Rr& çm»¨YtGsù txÿøótGó$$sù ¼çm­/u §yzur $YèÏ.#u z>$tRr&ur ) ÇËÍÈ  
Artinya:
Daud berkata: "Sesungguhnya Dia telah berbuat zalim kepadamu dengan meminta kambingmu itu untuk ditambahkan kepada kambingnya. dan Sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang yang berserikat itu sebahagian mereka berbuat zalim kepada sebahagian yang lain, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh; dan Amat sedikitlah mereka ini". dan Daud mengetahui bahwa Kami mengujinya; Maka ia meminta ampun kepada Tuhannya lalu menyungkur sujud dan bertaubat.
Dan dalam Firman Allah pula dalam surat An-Nisa’ ayat 12 :
* öNà6s9ur ß#óÁÏR $tB x8ts? öNà6ã_ºurør& bÎ) óO©9 `ä3tƒ £`ßg©9 Ó$s!ur 4 bÎ*sù tb$Ÿ2  Æßgs9 Ó$s!ur ãNà6n=sù ßìç/9$# $£JÏB z`ò2ts? 4 .`ÏB Ï÷èt/ 7p§Ï¹ur šúüϹqム!$ygÎ/ ÷rr& &úøïyŠ 4  Æßgs9ur ßìç/9$# $£JÏB óOçFø.ts? bÎ) öN©9 `à6tƒ öNä3©9 Ós9ur 4 bÎ*sù tb$Ÿ2 öNà6s9 Ó$s!ur £`ßgn=sù ß`ßJV9$# $£JÏB Läêò2ts? 4 .`ÏiB Ï÷èt/ 7p§Ï¹ur šcqß¹qè? !$ygÎ/ ÷rr& &ûøïyŠ 3 bÎ)ur šc%x. ×@ã_u ß^uqム»'s#»n=Ÿ2 Írr& ×or&tøB$# ÿ¼ã&s!ur îˆr& ÷rr& ×M÷zé& Èe@ä3Î=sù 7Ïnºur $yJßg÷YÏiB â¨ß¡9$# 4 bÎ*sù (#þqçR%Ÿ2 uŽsYò2r& `ÏB y7Ï9ºsŒ ôMßgsù âä!%Ÿ2uŽà° Îû Ï]è=W9$# 4 .`ÏB Ï÷èt/ 7p§Ï¹ur 4Ó|»qム!$pkÍ5 ÷rr& AûøïyŠ uŽöxî 9h!$ŸÒãB 4 Zp§Ï¹ur z`ÏiB «!$# 3 ª!$#ur íOŠÎ=tæ ÒOŠÎ=ym ÇÊËÈ  
Artinya:
Dan bagimu (suami-suami) seperdua dari harta yang ditinggalkan oleh isteri-isterimu, jika mereka tidak mempunyai anak. jika isteri-isterimu itu mempunyai anak, Maka kamu mendapat seperempat dari harta yang ditinggalkannya sesudah dipenuhi wasiat yang mereka buat atau (dan) seduah dibayar hutangnya. Para isteri memperoleh seperempat harta yang kamu tinggalkan jika kamu tidak mempunyai anak. jika kamu mempunyai anak, Maka Para isteri memperoleh seperdelapan dari harta yang kamu tinggalkan sesudah dipenuhi wasiat yang kamu buat atau (dan) sesudah dibayar hutang-hutangmu. jika seseorang mati, baik laki-laki maupun perempuan yang tidak meninggalkan ayah dan tidak meninggalkan anak, tetapi mempunyai seorang saudara laki-laki (seibu saja) atau seorang saudara perempuan (seibu saja), Maka bagi masing-masing dari kedua jenis saudara itu seperenam harta. tetapi jika saudara-saudara seibu itu lebih dari seorang, Maka mereka bersekutu dalam yang sepertiga itu, sesudah dipenuhi wasiat yang dibuat olehnya atau sesudah dibayar hutangnya dengan tidak memberi mudharat (kepada ahli waris)[274]. (Allah menetapkan yang demikian itu sebagai) syari'at yang benar-benar dari Allah, dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Penyantun.
[274] Memberi mudharat kepada waris itu ialah tindakan-tindakan seperti: a. Mewasiatkan lebih dari sepertiga harta pusaka. b. Berwasiat dengan maksud mengurangi harta warisan. Sekalipun kurang dari sepertiga bila ada niat mengurangi hak waris, juga tidak diperbolehkan.
Kedua ayat di atas menunjukkan perkenanan dan pengakuan Allah akan adanya perserikatan dalam kepemilikan harta. Hanya saja dalam surat An-Nisa’ ayat 12 perkongsian terjadi secara otomatis karena waris, sedangkan dalam surat Shaad ayat 24 terjadi atas dasar akad (transaksi).
Syirkah hukumnya jâ'iz (mubah), berdasarkan dalil Hadis Nabi saw. berupa taqrîr (pengakuan) beliau terhadap syirkah. Pada saat beliau diutus sebagai nabi, orang-orang pada saat itu telah bermuamalah dengan cara ber-syirkah dan Nabi saw. membenarkannya. Nabi saw.bersabda, sebagaimana dituturkan Abu Hurairah r.a :
قا ل الله تعا ل انا ثا لث الشريكين ما لم يخن احد هما صا حبه فاذا خا نه خرجتت من بينهما (رواه  ابو داود والحا كم)
Artinya:
Allah SWT. Berfirman: ”Aku adalah yang ketiga pada dua orang yang bersekutu, selama salah seorang dari keduanya tidak menghianati temannya, aku akan keluar dari persekutuan tersebut apabila salah seorang menghianatinya.” (HR. Abu Dawud dan Hakim dan menyahihkan sanadnya).

a.       Pandangan para ulama’
Para Ahli Fiqih berbeda pendapat tentang disyariatkannya syirkah semacam ini: "Mayoritas ulama membolehkannya, yakni dari kalangan Hanafiyah, Malikiyah, dan Hambaliyah, Sedangkan Imam Syafi’i melarangnya. Alasan pendapat mayoritas ulama adalah sebagai berikut: Riwayat Abu Ubaidah Ibnu Abdillah, dari ayahnya Abdullah bin Mas"ud diriwayatkan bahwa ia menceritakan, "Saya dan Sa’ad serta Ammar melakukan kerja sama pada hari Badar. Namun saya dan Ammar tidak memperoleh apa-apa, sementara Sa’ad mem-peroleh dua orang tawanan." Nabi membenarkan apa yang mereka lakukan. Imam Ahmad berkata, "Nabi sendiri yang mengesahkan kerja sama/ syirkah yang mereka lakukan. "
Alasan yang diambil oleh Imam Syafi"i adalah bahwa syirkah itu dilakukan tanpa modal harta sehingga tidak akan mencapai tujuannya, yakni keuntungan. Karena syirkah dalam keuntungan itu dibangun di atas syirkah dalam modal. Sementara modal di sini tidak ada, maka syirkah ini tidak sah.
Namun alasan Syafi"i di sini dibantah dengan alasan lain, bahwa tujuan dari syirkah adalah memperoleh keuntungan dengan syirkah tersebut. Tidak hanya didasari dengan modal harta, namun juga dibolehkan dengan modal kerja saja, seperti dalam sistem penanaman saham. Bisa juga dilakukan dengan sistem penja-minan. Yakni masing-masing menjadi penjamin bagi yang lain untuk menerima usaha pasangan bisnisnya seperti menerima usa-hanya sendiri. Masing-masing menjadi penjamin dalam setengah usaha dari penjaminan pihak lain, dan setengah usaha lain dari hak asli yang dimiliki. Sehingga terealisasilah syirkah dari keun-tungan yang dihasilkan dari usaha tersebut.
Ulama Syafi’iyah, imamiyah dan zafar dari golongan hanafiyah berpendapat bahwa syirkah ini batal karena syirkah itu dikhususkan pada harta dan tidak pada pekerjaan. Mereka beralasan antara lain perserikatan dalam bidang pekerjaan mengandung unsure penipuan sebab salah seorang dari yang bersekutu tidak mengetahui apakah temannya bekerja atau tidak. Selain itu kedua orang tersebut bebeda dalam segi postur tubuh, aktiviitas dan kemampuannya.
B.     FATWA / KHES SYIRKAH SYANA’IQ
Isi KHES tentang Syirkah Abdan :
Bagian Ketiga
Syirkah Abdan
Pasal 148
(1)   Suatu pekerjaan mempunyai nilai apabila dapat dihitung dan diukur.
(2)   Suatu pekerjaan dapat dihargai dan atau dinilai berdasarkan jasa dan atau hasil.
Pasal 149
(1)   Jaminan boleh dilakukan terhadap akad kerjasama-pekerjaan.
(2)   Penjamin akad kerjasama-pekerjaan berhak mendapatkan imbalan sesuai kesepakatan.
Pasal 150
(1)   Suatu akad kerjasama-pekerjaan dapat dilakukan dengan syarat masing-masing pihak mempunyai keterampilan untuk bekerja.
(2)   Pembagian tugas dalam akad kerjasama-pekerjaan, dilakukan berdasarkan kesepakatan.
Pasal 151
(1)   Para pihak yang melakukan akad kerjasama-pekerjaan dapat menyertakan akad ijarah tempat dan atau upah karyawan berdasarkan kesepakatan.
(2)   Dalam akad kerjasama-pekerjaan dapat berlaku ketentuan yang mengikat para pihak dan modal yang disertakan.
Pasal 152
Para pihak dalam syirkah abdan dapat menerima dan melakukan perjanjian untuk melakukan pekerjaan.
Pasal 153
(1)   Para pihak dalam syirkah abdan dapat bersepakat untuk mengerjakan pesanan secara bersama-sama.
(2)   Para pihak dalam syirkah abdan dapat bersepakat untuk menentukan satu pihak untuk mencari dan menerima pekerjaan, serta pihak lain yang melaksanakan.
Pasal 154
(1)   Semua pihak yang terikat dalam syirkah abdan wajib melaksanakan pekerjaan yang telah diterima oleh anggota syirkah lainnya.
(2)   Semua pihak yang terikat dalam syirkah abdan dianggap telah menerima imbalan jika imbalan tersebut telah diterima oleh anggota syirkah lain.
Pasal 155
(1)   Bila pemesan mensyaratkan agar salah satu pihak dalam akad kerjasama-pekerjaan melakukan sesuatu pekerjaan, maka pihak yang bersangkutan harus mengerjakannya.
(2)   Pihak yang akan mengerjakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) di atas, dapat melaksanakan pekerjaan setelah mendapat izin dari anggota syirkah yang lain.
(3)   Pihak yang melakukan pekerjaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) di atas, berhak mendapatkan imbalan-tambahan dari pekerjaannya.
Pasal 156
(1)   Pembagian keuntungan dalam akad kerjasama-pekerjaan dibolehkan berbeda dengan pertimbangan salah satu pihak lebih ahli.
(2)   Apabila pembagian keuntungan yang diterima oleh para pihak tidak ditentukan dalam akad, maka keuntungan dibagikan berimbang sesuai dengan modal.
Pasal 157
Kesepakatan pembagian keuntungan dalam akad kerjasamapekerjaan didasarkan atas modal dan atau kerja.
Pasal 158
Para pihak yang melakukan akad kerjasama-pekerjaan boleh menerima uang muka.
Pasal 159
Karyawan yang bekerja dalam akad kerjasama-pekerjaan dibolehkan menerima sebagian upah sebelum pekerjaannya selesai.
Pasal 160
Penjamin dalam akad kerjasama-pekerjaan dibolehkan menerima sebagian imbalan sebelum pekerjaannya selesai.
Pasal 161
Para pihak yang tidak menjalankan pekerjaan sesuai dengan kesepakatan dalam akad kerjasama-pekerjaan, harus mengembalikan uang muka yang telah diterimanya.
Pasal 162
Hasil pekerjaan dalam transaksi kerjasama-pekerjaan yang tidak sama persis dengan spesifikasi yang telah disepakati, diselesaikan secara musyawarah.
Pasal 163
Kerusakan hasil pekerjaan yang berada pada salah satu pihak yang melakukan akad kerjasama pekerjaan bukan karena kelalaiannya, pihak yang bersangkutan tidak wajib menggantinya.
Pasal 164
(1)   Akad kerjasama-pekerjaan berakhir sesuai dengan kesepakatan.
(2)   Akad kerjasama-pekerjaan batal jika terdapat pihak yang melanggar kesepakatan.

C.    IMPLEMENTASI SYIRKAH SYANA’IQ DALAM PERBANKAN
Dalam produk pembiayaan musyarakah, bank dan nasabah masing-masing bertindak sebagai mitra usaha dengan bersama-sama menyediakan dana dan/ atau barang untuk membiayai suatu kegiatan usaha tertentu. Nasabah kemudian bertindak sebagai pengelola usaha dan bank sebagai mitra usaha dapat ikut serta dalam pengelolaan usaha sesuai dengan akad, seperti melakukan review, meminta bukti-bukti dari laporan hasil usaha yang dibuat oleh nasabah berdasarkan bukti yang dapat dipertanggungjawabkan.
Pembagian hasil usaha dari pengelolaan dana dinyatakan dalam bentuk nisbah yang disepakati. Nisbah tersebut tidak dapat diubah sepanjang jangka waktu investasi, kecuali atas kesepakatan kedua pihak.
Perkembangan saat ini muncul akad Musyarakah mutanaqisah yang merupakan turunan dari akad musyarakah. Mutanaqishah berasal dari kata yatanaqishu-tanaqish-tanaqishan-mutanaqishun yang berarti mengurangi secara bertahap. Musyarakah Mutanaqisah adalah Musyarakah atau Syirkah yang kepemilikan asset (barang) atau modal salah satu pihak (syarik) berkurang disebabkan pembelian secara bertahap oleh pihak lainnya. Menurut Dr. Ir. M. Nadratuzzaman Hosen, Ms., M.Sc, Ph.D  dalam makalahnya, musyarakah mutanaqisah (diminishing partnership) adalah bentuk kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk kepemilikan suatu barang atau asset. Dimana kerjasama ini akan mengurangi hak kepemilikan salah satu pihak sementara pihak yang lain bertambah hak kepemilikannya. Perpindahan kepemilikan ini melalui mekanisme pembayaran atas hak kepemilikan yang lain. Bentuk kerjasama ini berakhir dengan pengalihan hak salah satu pihak kepada pihak lain. Contohnya nasabah melakukan pembiayaan rumah dengan akad Musyarakah Mutanaqisah, tahapannya adalah sebagai berikut:
a.       Konsumen melakukan identifikasi serta memilih rumah yang diinginkan.
b.      Konsumen bersama-sama dengan bank melakukan kerjasama kemitraan kepemilikan rumah, sehingga bank dan konsumen sama-sama memiliki rumah sesuai dengan proporsi investasi yang dikeluarkan.
c.       Konsumen membayar biaya sewa per bulan dan dibayarkan ke bank sesuai dengan proporsi kepemilikan.
d.      Konsumen pun melakukan pembayaran kepada bank atas kepemilikan atas rumah yang masih dimiliki oleh bank
·         Hasil survey:
1.      Bank Muamalat Indonesia
a.       Pembiayaan Modal Kerja
adalah produk pembiayaan yang akan membantu kebutuhan modal kerja usaha sehingga kelancaran operasional dan rencana pengembangan usaha  akan terjamin.
b.      Pembiayaan Modal Kerja Lembaga Keuangan Mikro (LKM) Syariah
adalah produk pembiayaan yang ditujukan untuk LKM Syariah (BPRS/BMT/Koperasi) yang hendak meningkatkan pendapatan dengan memperbesar portofolio pembiayaannya kepada Nasabah atau anggotanya (end-user).
c.       Pembiayaan Rekening Koran Syariah
adalah produk pembiayaan khusus modal kerja yang akan meringankan Anda dalam mencairkan dan melunasi pembiayaan sesuai kebutuhan dan kemampuan.
d.      Pembiayaan Hunian Syariah
adalah produk pembiayaan yang akan membantu Anda untuk memiliki rumah (ready stock/bekas), apartemen, ruko, rukan, kios maupun pengalihan take-over KPR dari bank lain. Aqadnya Musyarakah Mutanaqisah.
2.      Bukopin Syariah
Pembiayaan iB Bagi hasil (Musyarakah) adalah Kerjasama 2 pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu, masing-masing pihak memberikan kontribusi dana dan atau karya/keahlian dengan kesepakatan keuntungan dan resiko menjadi tanggungan bersama sesuai kesepakatan
3.      BNI Syariah
a.       BNI iB Wirausaha ditujukan untuk memenuhi kebutuhan pembiayaan usaha Anda, dengan besarnya pembiayaan dari Rp 50 juta sampai dengan Rp 500 juta yang diproses lebih cepat dan fleksibel sesuai dengan prinsip syariah.
b.      BNI iB Usaha Kecil adalah pembiayaan modal kerja atau investasi kepada pengusaha kecil sampai dengan Rp 10 milyar.
c.       BNI iB Usaha Besar adalah Pembiayaan Modal Kerja atau Investasi kepada pengusaha menengah dan korporasi diatas Rp. 10 Milyar
4.      Bank Mandiri Syariah
a.       Mikro Kecil
adalah pembiayaan musyarakah yang plafondnya mulai dari 2 juta-10 juta dengan bagi hasil pertahun ekuivalen 36 %/tahun.
b.      Mikro Menengah
adalah pembiayaan musyarakah yang plafondnya mulai dari 10 juta-50 juta dengan bagi hasil pertahun ekuivalen 32 %/tahun.
c.       Usaha Besar
adalah pembiayaan musyarakah yang plafondnya mulai dari 50 juta-100 juta.
·         Manfaat
1.      Bagi Bank:
Bank akan menikmati peningkatan dalam jumlah tertentu pada saat keuntungan usaha nasabah meningkat.
Bank tidak berkewajiban membayar dalam jumlah tertentu kepada nasabah pendanaan secara tetap, tetapi disesuaikan dengan pendapatan  atau hasil usaha bank.
Bank lebih selektif dan hati-hati mencari usaha yang halal.
2.      Bagi nasabah:
Pengembalian pokok pembiayaan disesuaikan oleh cash flow atau arus kas nasabah, sehingga tidak memberatkan nasabah.
·         Risiko
1.      Risiko pembiayaan yang disebabkan oleh nasabah wanprestasi.
2.      Risiko pasar yang disebabkan oleh pergerakan nilai tukar jika pembiayaan atas dasar akad musyarakah diberikan dalam valuta asing.
3.      Risiko operasional yang disebabkan oleh internal fraud (kesalahan pencatatan, penyuapan, manipulasi dan mark up).

D.    FILSAFAH SYIRKAH SYANA’IQ (Kerja Sama dalam Bidang Industri)
Syariat tidak pernah mengabaikan prasarana untuk memperoleh kebaikan dan manfaat. Semua manfaat ini bisa dirasakan kembali oleh manusia. Pintu-pintu manfaat ini bentuknya sangat beraneka ragam. Setiap bentuk memiliki hukum dan hikmah yang berbeda.
Adapun filsafah dalam kerja sama dalam bidang perindus¬trian adalah bahwa dua orang pemodal suatu industri, jika keduanya telah sepakat untuk membangun sebuah perusahaan, maka mereka akan membawa manfaat yang besar bagi keduanya yang di antaranya adalah menghasilkan rezeki. Dengan demikian, akan ada peluang bahwa industri itu bisa semakin dibesarkan dan bisa dibuka cabang-cabangnya di berbagai daerah.
Selain itu, industri ini juga bisa didukung dengan terus dipacu dengan adanya pengembangan kreasi. Bahkan, bisa di¬lanjutkan dengan membuat laboratorium-laboratorium penelitian serta pabrik-pabrik yang lain. Dengan semakin banyaknya krea¬tivitas dan semakin meluasnya cabang-cabang industri, maka kesejahteraan manusia akan mudah tergapai melalui banyak cara. Dengan demikian, seorang muslim tidak dengan mudah menzalimi sesamanya. Orang-orang Islam akan lebih percaya dan semakin kreatif meningkatkan industri. Dan, selama ini kita sudah mengetahui hal ini.
Kerja sama dalam bidang perindustrian ini seperti halnya biro “Inaan. Dengan adanya lembaga semacam ini, seseorang bisa lebih bersikap amanah. Suatu sikap dan sifat yang paling balk di antara sifat-sifat lainnya.
E.     Analisis Hasil Survey Syirkah Syana’iq Dalam Bidang Jasa Arsitek Bangunan
Siang itu, kamis (06/12) adalah waktu dimana telah melakukan observasi ke kantor CV.Adam Karya. Dan mulai mewawancarai Bapak M.Mukhdif Al Afghoni, selaku Arsitek di CV.Adam Karya.
Bapak M.Mukhdif Al Afghoni mengatakan bahwa penerapan kerja sama dalam bidang jasa arsitek bangunan yang meliputi antara Owner/pemilik proyek (pihak pertama) dengan Arsitek/pelaksana proyek (pihak kedua).
Pihak pertama memberikan amanat pekerjaan proyek bangunan kepada pihak kedua untuk mengerjakan proyek tersebut. Sebelum melaksanakan pekerjaan, kedua belah pihak melakukan kontrak kerja sama antara pemilik proyek dan pelaksana proyek.
Dari system pekerjaan, pelaksana proyek dilakukan oleh arsitek (pihak kedua) yang dimana terlebih dahulu merancang bangunan yang akan dikerjakan, dan rancangan bangunan ini diserahkan kepada pihak pertama untuk dapat diketahui gambaran dari bangunan tersebut. Dalam pengajuan rancangan/gambar, hingga hingga pemilik proyek setuju dan ACC hasil rancangan tersebut untuk selanjutnya dikerjakan oleh pelaksana proyek.
Dalam kontrak perjanjian disebutkan bahwa modal utama yang digunakan berasal dari pemilik proyek (pihak pertama), selanjutnya pelaksana proyek (pihak kedua) mendapatkan komisi keuntungan proyek sebesar 10 % dari Rencana Anggaran Biaya (RAB) sebagai jasa yang dilakukan oleh pelaksana proyek.

F.     Hikmah Syirkah
Manusia tidak dapat hidup sendirian, pasti membutuhkan orang lain dalam memenuhi kebutuhan. Ajaran islam mengajarkan agar kita menjalin kerjasama dengan siapapun terutama dalam bidang ekonomi dangan prinsip saling tolong menolong dan saling menguntungkan, tidak menipu dan tidak merugikan. Tanpa kerjasma maka kita sulit untuk memenuhi kebutuhan hidup. Syirkah pada hakikatnya adalah sebuah kerjasama yang saling menguntungkan dalam mengembangkan potensi yang dimiliki baik berupa harta atau pekerjaan. Oleh karena itu islam menganjurkan umtanya untuk bekerjasama kepada siapa saja dengan tetap memegang prinsip sebagaimana tersebut di atas. Maka hikmah yang dapat kita ambil dari syirkah adalah adanya tolong menolong, saling membanatu dalam kebaikan, menjauhi sifat egoisme, menumbuhkan saling percaya, menyadari kelemahan dan kekurangan dan menimbulkan keberkahan dalam usaha jika tidak berkhianat dan lain sebagainya.
Allah swt berfirman dalam surat al-Maidah (5) ayat 2:[8]
$pkšr'¯»tƒ tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä Ÿw (#q=ÏtéB uŽÈµ¯»yèx© «!$# Ÿwur tök¤9$# tP#tptø:$# Ÿwur yôolù;$# Ÿwur yÍ´¯»n=s)ø9$# Iwur tûüÏiB!#uä |MøŠt7ø9$# tP#tptø:$# tbqäótGö6tƒ WxôÒsù `ÏiB öNÍkÍh5§ $ZRºuqôÊÍur 4 #sŒÎ)ur ÷Läêù=n=ym (#rߊ$sÜô¹$$sù 4 Ÿwur öNä3¨ZtB̍øgs ãb$t«oYx© BQöqs% br& öNà2r|¹ Ç`tã ÏÉfó¡yJø9$# ÏQ#tptø:$# br& (#rßtG÷ès? ¢ (#qçRur$yès?ur n?tã ÎhŽÉ9ø9$# 3uqø)­G9$#ur ( Ÿwur (#qçRur$yès? n?tã ÉOøOM}$# Èbºurôãèø9$#ur 4 (#qà)¨?$#ur ©!$# ( ¨bÎ) ©!$# ߃Ïx© É>$s)Ïèø9$# ÇËÈ  
Artinya:
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu melanggar syi'ar-syi'ar Allah[389], dan jangan melanggar kehormatan bulan-bulan haram[390], jangan (mengganggu) binatang-binatang had-ya[391], dan binatang-binatang qalaa-id[392], dan jangan (pula) mengganggu orang-orang yang mengunjungi Baitullah sedang mereka mencari kurnia dan keredhaan dari Tuhannya[393] dan apabila kamu telah menyelesaikan ibadah haji, Maka bolehlah berburu. dan janganlah sekali-kali kebencian(mu) kepada sesuatu kaum karena mereka menghalang-halangi kamu dari Masjidilharam, mendorongmu berbuat aniaya (kepada mereka). dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. dan bertakwalah kamu kepada Allah, Sesungguhnya Allah Amat berat siksa-Nya.
[389] Syi'ar Allah Ialah: segala amalan yang dilakukan dalam rangka ibadat haji dan tempat-tempat mengerjakannya.
[390] Maksudnya antara lain Ialah: bulan Haram (bulan Zulkaidah, Zulhijjah, Muharram dan Rajab), tanah Haram (Mekah) dan Ihram., Maksudnya Ialah: dilarang melakukan peperangan di bulan-bulan itu.
[391] Ialah: binatang (unta, lembu, kambing, biri-biri) yang dibawa ke ka'bah untuk mendekatkan diri kepada Allah, disembelih ditanah Haram dan dagingnya dihadiahkan kepada fakir miskin dalam rangka ibadat haji.
[392] Ialah: binatang had-ya yang diberi kalung, supaya diketahui orang bahwa binatang itu telah diperuntukkan untuk dibawa ke Ka'bah.
[393] Dimaksud dengan karunia Ialah: Keuntungan yang diberikan Allah dalam perniagaan. keredhaan dari Allah Ialah: pahala amalan haji.
Rasulullah bersabda:
“ Allah akan menolong dua orang yang berserikat selama mereka tidak saling berkhianat.”



BAB III
KESIMPULAN
A.    FIQH SYIRKAH SYANA’IQ
Dari uraian makalah di atas dapat disimpulkan bahwa Syirkah abdan (syana’iq/usaha) adalah kerja sama antara dua orang atau lebih dalam usaha yang dilakukan oleh tubuh mereka, yakni masing-masing hanya memberikan konstribusi kerja (‘amal), tanpa konstribusi modal (mâl) yang hasilnnya mereka bagi sama rata. Konstribusi kerja itu dapat berupa kerja pikiran, seperti kerja sama sesama dokter di klinik, atau sesama arsitek untuk menggarap sebuah proyek, atau kerja sama dua orang penjahit untuk menerima order pembuatan seragam sekolah.
Contohnya: A dan B. keduanya adalah nelayan, bersepakat melaut bersama untuk mencari ikan. Mereka sepakat pula, jika memperoleh ikan dan dijual, hasilnya akan dibagi dengan ketentuan: A mendapatkan sebesar 60% dan B sebesar 40%.
Hukumnya adalah sah menurut Mazhab Maliki  dengan syarat mereka harus berserikat dalam satu pekerjaan dan disatu tempat. Menurut Mazhab Hanafi boleh saja meskipun pekerjaan berbeda pekerjaan dan tempatnya. Mazhab Hambali membolehkan dalam segala hal. Adapun pendapat Madzhab Syafi’i: Syirkah abdan adalah batal.
B.     FATWA / KHES SYIRKAH SYANA’IQ
Tim penyusun KHES berasumsi bahwa fatwa DSN menggambarkan hajat masyarakat akan landasan hokum dan tindakan dalam melakukan ekonomi syariah.
Adapun kontrak kerja sama (syirkah) terdapat dalam BAB IV mulai pasal 148-164.
C.     IMPLEMENTASI
Musyarakah merupakan salah satu pembiayaan yang diperbolehkan dalam sistem ekonomi islam. Dalam hal ini perbankan syariah bisa memanfaatkan model ini untuk meningkatkan keuntungan bank serta membantu perkembangan sektor riil. Oleh karena itu tantangan perbankan syariah di masa mendatang bagaimana mengembangkan komitmen beyond banking dengan terus meningkatkan pembiayaan tersebut karena pembiayaan musyarakah merupakan jenis pembiayaan yang dinilai adil dari dua sisi baik pihak perbankan maupun nasabah. Selain itu dengan mengembangkan model pembiayaan ini pula bisa mendakwakan bahwa sistem ekonomi Islam juga dapat membantu sistem perekonomian serta bersifat adil.



DAFTAR PUSTAKA

1.      An Nabhani, Taqiyuddin. 1996. Membangun Sistem Ekonomi Alternatif. Surabaya: Risalah Gusti.
2.      Sabiq, sayyid. 1987. Fiqh Sunnah 12. Bandung: PT.Al-Ma’arif.
3.      Syafe’I, rachmat. 2000. Fiqh Muamalah. Bandung: Pustaka Setia.
4.      Suhendi,hendi. 2007. Fiqh Muamalah. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
5.      Syafe’I, rachmat. 2000. Fiqh Muamalah. Bandung: Pustaka Setia.
6.      http://kafeilmu.com/2011/04/memahami-syirkah-kerjasama-dalam-bisnis.html#ixzz1oLKu7x5N




[1] Nasroen , Haroen, Fiqih Muamalah, ( Jakarta : Gaya Media Pratama, 2000 ), 5
[2] Joseph Schacht, Introduction to Islamic Law, ( Palembang : IAIN Raden Fatah, 1985), 3
[3] Sayyid Sabiq, Fiqih sunnah 13, ( Bandung : PT. Al-Ma’arif, 1987 ), 193
[4] Hasbi Ash- Shiddiqy, Falsafah Hukum Islam, ( Jakarta : PT. Bulan Bintang, 1990), 51-52 3
[5] Ibid,.. Fiqih, hlm. 267
[6] Fiqhus Sunnah, Sayyid Sabiq III/260.
[7] Departemen Agama RI, Qur’an Tajwid dan terjemahnya, (Jakarta : Maghfiroh Pustaka, 2006),454
[8] Al-Qur’an Surah Al-Maidah ayat 2.